Senin 30 Aug 2021 10:49 WIB

Turki Tutup Pintu Untuk Gelombang Baru Pengungsi Afghanistan

Turki tidak dapat menanggung beban gelombang migran baru dari Afghanistan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Subarkah
Taliban mengawasi arus lalu lintas di Bandara Kabul.
Foto: Al Jazeera
Taliban mengawasi arus lalu lintas di Bandara Kabul.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, Turki tidak dapat menanggung beban gelombang migran baru dari Afghanistan. Cavusoglu mengatakan, Turki telah melaksanakan tanggung jawab dan kemanusiaan terkait migrasi.

"Kami telah cukup melaksanakan tanggung jawab moral dan kemanusiaan kami terkait migrasi. Tidak mungkin bagi kami untuk menanggung beban pengungsi tambahan,” kata Cavusoglu.

 

Peristiwa di Afghanistan, membuat Uni Eropa (UE) khawatir krisis pengungsi 2015 kembali terulang. Ketika itu, hampir satu juta orang yang melarikan diri dari perang serta kemiskinan di Timur Tengah dan sekitarnya, menyeberang ke Yunani dari Turki sebelum melakukan perjalanan ke utara Eropa. UE mencapai kesepakatan dengan Turki pada 2016 untuk menampung warga Suriah yang melarikan diri dari perang. 

 

Cavusoglu mengatakan, Eropa serta negara-negara regional akan menerima dampak jika terjadi krisis pengungsi dari Afghanistan. Turki dan UE harus mengambil pelajaran dari krisis pengungsi Suriah.

 

Turki saat ini menampung 3,7 juta pengungsi Suriah, yang merupakan populasi pengungsi terbesar di dunia. Selain itu, Turki juga telah menampung sekitar 300 ribu warga Afghanistan. Turki telah mengambil langkah dengan mencegah penyeberangan, untuk mengantisipasi gelombang migran baru dari Afghanistan. Sementara Yunani, telah menyelesaikan sistem pagar dan pengawasan sepanjang 40 kilometer, untuk mencegah migran yang masih berhasil memasuki Turki dan mencoba mencapai negara-negara Uni Eropa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement