Kamis 02 Feb 2023 15:24 WIB

Asrorun Ni'am Dorong Pemanfaatan Uang Jamaah Haji Sesuai Porsi dan Hak

Uang jamaah haji disebut boleh dikembangkan atau diinvestasikan.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Erdy Nasrul
Calon jamaah haji menunjukkan bukti pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Kantor Cabang Mandiri Syariah Area Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/3/2019).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Calon jamaah haji menunjukkan bukti pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di Kantor Cabang Mandiri Syariah Area Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/3/2019).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh kembali mendorong pemanfaatan uang jamaah haji sesuai dengan porsi dan haknya. Hal ini ia sampaikan di tengah ramainya perbincangan seputar biaya haji 2023 dan hasil nilai manfaat pengelolaan dana haji oleh BPKH.

"Pemanfaatan uang jamaah sesuai proporsi dan haknya, tidak mnggunakan nilai manfaat investasi dana calon jamaah haji yang bukan porsinya," kata dia dalam pesan teks yang didapat Republika, Kamis (2/2/2023).

Baca Juga

Adapun terkait pengelolaan dana haji yang saat ini sedang berlangsung, ia pun menganjurkan agar diperbaiki. Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pun perlu menghitung kebutuhan riil, sembari tetap menunaikan hak-hak jamaah.

Sebelumnya dalam acara Fokus Terkini "Di Balik Tata Kelola Dana Haji" yang disiarkan TVRI, Kiai Asrorun Ni'am menyebut berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa tahun 2012, uang yang dibayarkan jamaah saat hendak memperoleh nomor porsi merupakan hak pribadi.

 

Uang ini disebut boleh dikembangkan atau diinvestasikan. BPKH, selaku lembaga yang diberikan otoritas untuk melakukan proses investasi ini, nantinya akan menghasilkan nilai manfaat.

"Pada hakekatnya, nilai manfaat itu adalah hasil investasi yang basisnya personal kepada calon jamaah haji yang memiliki dana Rp 25 juta, sambil dia menunggu kepastian berapa jumlah yang harus dibayarkan," ujarnya.

Secara syar'i, uang yang diinveastasikan adalah uang jamaah. Nilai manfaat yang dibagikan, setelah dipotong operasional dan ujrah wakalah, juga kembali kepada calon jamaah. Sehingga, ketika sudah ditentukan berapa besaran biaya haji, tinggal mengurangi dari setoran awal dan nilai manfaat yang ada.

Jika kemudian masih ada kekurangan, ia menyebut tinggal dicari sumbernya, bisa dari subsidi pemerintah melalui APBN atau dimintakan langsung ke jamaah haji. Hal ini disebut akan lebih jelas.

"Jangan subsidi dari uang orang, yang pada hakekatnya bukan hak kita dan bukan hak jamaah yang akan berangkat, tanpa dikonfirmasi. Itu namanya dzalim, memakan harta secara bathil. Ini bukan salah jamaah, tapi salah kita sebagai pengelola," lanjut dia.

Yang ingin diketahui jamaah haji

Kiai Asrorun Ni'am menyebut ia yakin jamaah tidak begitu peduli dengan sumber-sumber dana tadi. Yang ingin diketahui masyarakat adalah berapa besaran biaya haji dan kurangnya berapa. Jikapun ditanggung, maka kekurangan ini ditanggung siapa.

"Saya kira ini momen yang pas. Disebutkan tadi 2022 yang terlalu banyak subsidi. Ini jadi pelajaran berharga untuk merumuskan besaran yang visible, rasional, sesuai kebutuhan riil. Sisanya disampaikan ke masyarakat khususnya calon jamah haji, atau ditanggung pemerintah. Tapi ditanggung ini dari uang yang bisa dipertanggungjawabkan ssecara syar'i dan perundang-undangan," ujar Kiai Ni'am.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement