Rabu 19 Jun 2019 16:11 WIB

Kemenkes Diminta Simulasikan Penanganan Jamaah Risti

Penanfatan jamaah haji risti harus semakin terdata dan baik.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Subarkah
Sejumlah calon jamaah haji yang mengalami keluhan penyakit beristirahat di Poliklinik Asrama Haji Bekasi, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (25/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah calon jamaah haji yang mengalami keluhan penyakit beristirahat di Poliklinik Asrama Haji Bekasi, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (25/7).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta mendata penyakit apa saja sering diderita jamaah haji di Tanah Suci. Hal tersebut untuk menentukan berapa jumlah tenaga dokter spesialisi disertakan dalam penyelenggaraan ibadah haji. 

"Karena nanti harus dihitung pola penyakit yang selama ini ditemukan katastropik misalnya paling banyak jantung, maka dokter jantung harus berangkat dan ditambah," kata Wakil Ketua Komis IX Ermalena saat ditemui Republika, Selasa (18/6).

 

Untuk itu Ermalena berharap Kemenkes membuat rumusan simulasi agar tenaga kesehatan yang di berangkat itu mencukupi. Terutama tenaga kesehatan spesialis yang dapat mengobati penyakit-penyakit kasatropik atau penyakit dengan biaya tinggi. 

 

Selain itu, yang mesti dilakukan Kemenkes dalam penyelenggaraan ibadah haji di bidang kesehatan adalah memperhatikan semua fasilitas kesehatan yang diperlukan jamaah. 

 

"Kita minta diperhatikan fasilitas misalnya yang paling sederhana adalah fasilitas ambulan," katanya. 

 

Fasilitas ambulan ini kata Ermalena ketika pelaksanaan puncak haji harus dipastikan stanby dan mencukupi untuk membawa jamaah yang tak kuat selama berada di Armina (Arafah, Muzdalifah, Mina). 

 

Selain itu, yang mesti dilakukan Kemenkes dalam penyelenggaraan ibadah haji di bidang kesehatan adalah memperhatikan semua fasilitas kesehatan yang diperlukan jamaah. 

 

"Kita minta diperhatikan fasilitas misalnya yang paling sederhana adalah fasilitas ambulan," katanya. 

 

Fasilitas ambulan ini kata Ermalena ketika pelaksanaan puncak haji harus dipastikan stanby dan mencukupi untuk membawa jamaah yang tak kuat selama berada di Armina (Arafah, Muzdalifah, Mina). 

 

Selain tersedia di Armina, ambulan juga harus ada di maktab atau pemondokan yang di mana jamaah terhimpun dalam satu sektor. Di tempat inilah ambulan dan tenaga dokter harus stanby untuk memberikan pertolongan kepada jamaah.

 

 

"Di Armina itu kan masalah kita lebih banyak karena memang space yang disiapkan untuk tenaga kesehatan kita itu tidak cukup besar," katanya.

 

Ermalen mengatakan, masalah di Armina semakin kompleks ketika jamaah berada dalam satu tempat secara bersamaan, ditambah dengan adanya temperatur suhu panas yang cukup tinggi. Dalam kondisi inilah petugas kesehatan dengan segala fasilitasnya diperlukan terutam bagi jamaah resiko tinggi (Risti).

 

"Temperatur tinggi ini pasti banyak yang memerlukan pelayanan tapi space untuk pelayanan kita itu terbatas," katanya.

 

Untuk itu kata Ermalena harus ada semacam simulasi yang dilakukan oleh Kemekes dan Kementerian agama untuk memprediksikan berapa resiko yang akan dihadapi tenaga kesehatan di Tanah Suci.

 

"Kalau ini bisa disimulasikan kita bisa menekan tidak hanya menjumlah yang meninggal tapi yang sakit pun bisa kita petakan," katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement