Melakukan ibadah haji sekali dalam seumur hidup merupakan impian bagi orang muslim. Tidak adanya kereta api apalagi pesawat terbang adalah sebuah rintangan dalam melakukan perjalanan. Mungkin kita tidak percaya akan percaya bahwa hal tersebut benar-benar terjadi.
Dikutip dari Muslimink, bahwa perjalanan haji jamaah India di tahun 1860-an selama pemerintahan Inggris sangatlah sulit. Kebanyakan peziarah telah mempersiapkan diri, baik secara finansial maupun mental dalam melaukan perjalanan ini selama bertahun-tahu atau berpuluh-puluh tahun. Selain itu biaya yang dikeluarkan oleh calon jamaah haji dari Asia Selatan sangatlah besar bahkan setelah maraknya penggunaan kapal uap.
Tak hanya itu, adanya kesulitan di sepanjang perjalanan. Kesulitan ini dapat dibayangkan ketika calon jamaah haji berangkat dari suatu tempat di India Utara dan mengalami semua lika-liku perjalanannya.
Pada awalnya calon jamaah haji kala itu diminta melakukan perjalanan ke Bombay. Pada abad kesembilan belas perjalanan ini menjadi lebih mudah seiring dengan kedatangan perkeretaapian. Namun sayangnya hanya kota-kota yang terhubung dengan jalur kereta. Sehingga bagi calon jamaah haji yang yang tinggal di desa dipaksa untuk menempuh perjalanan panjang dengan gerobak sapi dan feri.
Begitu sampai di kota Bombay, terdapat pelabuhan satu-satunya di India dan mereka diwajibkan untuk mendapatkan tiket melalui agen pelayaran atau pialang. Dimana pialang dan agen memiliki reputasi sebagai penipu atau preman.
Saat berhasil melewati rintangan-rintangan tersebut mereka harus menunggu gilirannya untuk berangkat menggunakan kapal. Waktu keberangkatan yang dicetak pada tiket tidaklah ada artinya. Sebab tidak ada kapal yang meninggalkan Bombaby dengan tepat waktu atau selalu mengalami penundaan setidaknya satu atau dua kali.
Dalam kasus tertentu, mereka terpaksa menunggu lebih lama dari sebulan. Perusahaan perkapalan dibidang haji ini sama sekali tidak terkendali. Sebab kapal akan menunggu selama mungkin sampai mereka mendapatkan jumlah penumpang sebanyak mungkin.
Oleh sebab itu banyak calon jamaah haji yang mengamuk di geladak, karena tidak cukupnya ruang bagi mereka. Sebelum keberangkatan, mereka juga diharuskan mengunjungi kamp medis di pelabuhan. Diperiksa secara ketat oleh dokter sementara barang bawaannya dikukus dan didesinfeksi. Mereka juga mungkin akan mengajukan paspor peziarah di pelabuhan, meski ini tidak diwajibkan. Begitu kepergian kapal diumumkan, mereka harus menemukan jalannya dengan berdesak-desakan.