REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal (Dirjen) Haji Kementerian Agama (Kemenag), Abdul Djamil mengatakan, wartawan yang diberangkatkan ke Arab Saudi memang masuk dalam kuota Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Mereka bertugas untuk peliputan jamaah ibadah haji Indonesia.
"Dari dulu ada kebutuhan untuk peliputan haji di Arab Saudi. Dan yang bisa melaksanakan kan wartawan atau media," kata Djamil saat dihubungi ROL, Selasa (12/5).
Dia menjelaskan, Kemenag punya kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang situasi yang terjadi pada jamaah haji Indonesia. Publik, khususnya keluarga jamaah haji membutuhkan informasi terkait semua yang terjadi di Tanah Suci.
Selain itu, lanjut dia, informasi itu juga sebagai bentuk tanggung jawab yang diatur dalam Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik. "Bayangkan kalau tidak ada peliputan, keluarga di Tanah Air tidak ada informasi apa-apa. Itu adalah satu peliputan langsung prosesi haji," ujar dia.
Menurutnya, wartawan yang terpilih ikut peliputan dan masuk dalam kuota PPIH itu melalui proses rekrutmen yang ketat. Ada prosedur yang harus dilalui seorang wartawan untuk bisa menjadi petugas peliput. Mereka, kata Djamil, punya tugas untuk melaporkan ke publik terkait penyelenggaraan haji di Arab Saudi.
"Itu harus ada rilis. Jadi tidak boleh ikut-ikutan saja, karena informasinya dibutuhkan masyarakat Indonesia," ujar dia.
Kendati demikian, dia tak memungkiri jika ada celah yang memungkinkan dimanfaatkan oknum-oknum tertentu. Celah itu ada di proses rekrutmen wartawan sebelum masuk dalam PPIH untuk tugas peliputan. "Itu yang mungkin. Tapi wartawan memang dari dulu masuk kuota PPIH dengan tugas-tugas seperti tadi," kata dia.
Kuota untuk PPIH memang didanai dengan menggunakan APBN. Kuota ini diberikan kepada petugas haji dari Indonesia di Arab Saudi selama berlangsungnya pelaksanaan ibadah haji. Dalam kuota ini, masuk petugas kesehatan berasal dari Kementerian Kesehatan dan lain-lain, termasuk wartawan.