Sabtu 02 Feb 2019 16:16 WIB

Menakar Asuransi Haji

Asuransi yang digunakan harus sesuai syariah.

Haji
Haji

IHRAM.CO.ID, JAKARTA — Asuransi haji menjadi faktor penunjang risiko jamaah haji ketika menghadapi kematian. Dengan adanya asuransi, mereka setidaknya bisa mewariskan se suatu untuk keluarga yang ditinggalkan. Pada 2018, PT Asu ran si Takaful Keluarga menyelengga rakan asuransi haji setelah me menangkan lelang.

Dengan kontribusi (premi) senilai Rp 49 ribu per jamaah haji, manfaat yang diperoleh yakni san tunan senilai Rp 18,5 juta bila meninggal karena sakit dan Rp 37 juta jika meninggal dunia karena kecelakaan. Sementara itu, risiko cacat tetap karena kecelakaan men dapat santunan sebesar per sentase tertentu sesuai kriteria cacatnya.

Penyelenggara asuransi sya riah merupakan amanat Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Dalam fatwanya, DSN MUI mengungkapkan, penyelenggaraan asuransi kon vensional masih bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Atas pertimbangan itu, DSN MUI menetapkan Fatwa No: 39/DSNMUI/ X/2002Tentang Asuransi Haji.

"Asuransi yang digunakan harus sesuai dengan syariah,'' ujar Ketua Umum DSN MUI, KH MA Sahal Mahfudh, dalam fatwa itu. Seperti apakah asuransi haji yang sesuai dengan syariat itu? Para ulama di Tanah Air yang tergabung dalam DSN MUI menetapkan: Pertama, asuransi haji yang tidak dibenarkan menurut sya riah adalah asuransi yang menggunakan sistem konvensional.

Ke dua, asuransi haji yang dibe narkan menurut syariah adalah asuransi yang berdasarkan prin sip-prinsip syariah. "Ketiga, asuransi haji haruslah berdasarkan prinsip syariah bersifat ta'awuni (tolong menolong) antarsesama jamaah haji,'' ungkap Kiai Sahal. Keempat, akad asuransi haji adalah akad tabarru' (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesama jamaah haji yang terkena musibah. Akad di lakukan antara jamaah haji se bagai pemberi tabarru' dengan asu ransi syariah yang bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Fatwa itu juga menetapkan ketentuan khusus terkait asuransi haji ini. Ketentuan khusus itu, antara lain: pertama, Menteri Aga ma bertindak sebagai peme gang polis induk dari seluruh jamaah haji dan bertanggung ja wab atas pelaksanaan ibadah ha ji, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kedua, jamaah haji berkewajiban membayar premi sebagai da na tabarru' yang merupakan bagian dari komponen biaya perjalanan ibadah haji (BPIH). Ke tiga, premi asuransi haji yang di terima oleh asuransi syariah ha rus dipisahkan dari premi-premi asuransi lainnya.

"Keempat, asuransi syariah dapat menginvestasikan dana ta barru' sesuai dengan Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Sya r'iah, dan hasil investasi ditambahkan ke dalam dana tabarru','' tutur Kiai Sahal dalam fatwa itu.

"Kelima, asuransi syariah ber hak memperoleh ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru' yang besarnya ditentukan sesuai de ngan prinsip adil dan wajar. Ke enam, asuransi syariah berkewajiban membayar klaim kepada jamaah haji sebagai peserta asu ransi berdasarkan akad yang di sepakati pada awal perjanjian.

"Surplus operasional adalah hak jamaah haji yang pengelolaannya diamanatkan kepada Men teri Agama sebagai peme gang polis induk untuk kemaslahatan umat,'' ungkap Kiai Sahal.

Bagaimana jika terjadi per selisihan? Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Ba dan Arbitrasi Syariah yang ber ke dudukan di Indonesia setelah tidak tercapai kesepakatan me lalui musyawarah.

Penetapan fatwa itu dida sar kan atas dalil dalam Alquran, ha dis, serta kaidah fikih. "Hai orang yang beriman! Bertakwalah ke pada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang te lah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-Hasyr [59]: 18).

Selain itu, Allah SWT meme rintahkan hamba-Nya untuk sa ling tolong-menolong dalam amal ke bajikan. "Dan tolong-meno long lah kamu dalam (mengerja kan) kebajikan dan takwa, dan ja ngan tolong-menolong dalam ber buat dosa dan pelanggaran. Dan ber takwalah kamu kepada Allah, se sungguhnya Allah amat berat sik sa-Nya." (QS al-Maidah [5]: 2).

Allah SWT mengajarkan ten tang prinsip-prinsip bermuama lah, baik yang harus dilaksa na kan maupun dihindarkan. "Hai orangorang yang beriman tu nai kanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang de mikian itu) dengan tidak meng ha lalkan berburu ketika ka mu se dang mengerjakan haji. Se sung guhnya Allah menetapkan hu kumhukum menurut yang di ke hen daki-Nya." (QS al-Mai dah [5]: 1). n sumber fatwa dsn mui 

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement