Jumat 29 Mar 2019 19:17 WIB

Menag: Haji Furadah, Tanggung Jawab Biro Perjalanan

Keberangkatan calon jamaah haji furadah melalui PIHK.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Hasanul Rizqa
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (depan kanan) menyerahkan berkas tanggapan pemerintah tentang RUU kepada Wakil Ketua DPR Agus Hermanto (kedua kiri) disaksikan oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo (kiri), Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kedua kanan) dan Fadli Zone (kanan) pada Rapat Paripurna ke-15 Penutupan Masa Persidangan IV Tahun 2018-2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (depan kanan) menyerahkan berkas tanggapan pemerintah tentang RUU kepada Wakil Ketua DPR Agus Hermanto (kedua kiri) disaksikan oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo (kiri), Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kedua kanan) dan Fadli Zone (kanan) pada Rapat Paripurna ke-15 Penutupan Masa Persidangan IV Tahun 2018-2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menyebut Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) lebih lengkap bila dibandingkan dengan aturan sebelumnya, UU Nomor 13 Tahun 2008. Menurut dia, kelengkapan UU PIHU terletak pada adanya pasal pemidanaan terhadap biro perjalanan yang tidak amanah dalam menjalankan bisnis.

"Undang-undang ini berbeda dengan sebelumnya. Sekarang, ada pasal-pasal yang terkait dengan pidana. Di situ bisa dirinci perkara-perkara seperti apa yang bisa dipidanakan dengan undang-undang ini," kata Menag Lukman Hakim Saifuddin, Kamis (28/3).

Baca Juga

Dia menambahkan, aspek perlindungan hukum dari UU PIHU tidak hanya mencakup jamaah haji dan umrah reguler, tetapi juga jamaah haji furadah. Mereka dapat dilindungi dari potensi kecurangan yang mungkin dilakukan pihak penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Sebab, dalam Pasal 16 sampai 17 UU PIHU ditegaskan, PIHK adalah pihak yang memberangkatkan jamaah haji furadah.

"Maka mereka-mereka (calon jamaah haji furadah--Red) yang menggunakan visa di luar kota tadi itu, mereka harus berangkat melalui PIHK," kata dia.

Lukman memastikan, segala sesuatu terkait haji furadah dikerjakan melalui PIHK, bukan Kementerian Agama (Kemenag). Kementerian hanya akan mengawasi, siapa dan berapa jamaah haji Indonesia yang mengunakan haji furadah melalui PIHK.

"Kalau ada apa-apa mengantisipasi kemungkinan terburuk di Tanah Suci kita bisa mengetahui siapa mereka, dari mana, dalam konteks apa mereka berhaji menggunakan visa seperti apa dan seterusnya," ujar dia.

Lukman menuturkan, para calon jamaah haji furadah pada hakikatnya diundang oleh pihak-pihak yang berwenang mengundang seorang warga negara Indonesia untuk berhaji. Artinya, mereka berada di luar kuota haji Indonesia yang berjumlah sekitar 221 ribu.

"Maka mereka yang mendapatkan undangan itu berangkatnya harus melalui PHIK supaya kemudian teregistrasi, tercatat siapa dia, dengan kemudian kita bisa mengontrolnya dengan baik," jelas Menag.

 

Cakupan UU PIHU

Lukman memastikan, revisi UU 13/2008 pada hakekatnya mengakomodasi segenap aspirasi yang berkembang selama ini di tengah masyarakat terkait haji dan umrah. Misalnya, pelimpahan porsi bagi calon jamaah haji yang wafat. Dengan demikian, sejak berlakukan UU PIHU, porsi yang ditinggalkan calon jamaah haji yang keburu wafat bisa dilimpahkan kepada ahli warisnya. Misalnya, suami, istri, orang tua, anak, atau pihak lain yang masih ada pertalian darah dengan almarhum.

Aspirasi lain yang juga dimasukan ke dalam UU PIHU adalah tentang calon jamaah haji yang berusia di atas 65 tahun. Mereka juga diprioritaskan agar bisa diberangkatkan lebih awal. "Tentu dengan kuota tertentu nanti. Lalu yang terkait dengan penyandang disabilitas. Jadi calon jamaah haji yang disabilitas ini pun juga mendapatkan prioritas," ungkap dia.

Hal lain juga yang diatur dalam UU PIHU adalah tentang pelimpahan porsi keberangkatan calon jamaah yang mengalami sakit permanen. Porsi itu dapat dilimpahkan kepada ahli warisnya. Sama seperti calon jamaah haji yang meninggal.

UU PIHU juga mengakomodasi kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah (KBIHU). Dalam beleid ini, yang mendapatkan prioritas untuk mendapatkan porsi yakni ketika suatu KBIHU memiliki jamaah minimal 135 orang.

"Mendapatkan satu kuota untuk pembimbing ibadah haji, sehingga kualitas penyelenggaraan haji yang dilakukan oleh jamaahnya itu bisa lebih baik," tutur Menag.

Aturan umum lainnya yang terakomodasi dalam UU PIHU yang terkait dengan umrah. Di mana juga ada pengaturan-pengaturan lebih ketat bagi biro travel penyelenggara perjalanan ibadah umrah dan haji kusus. "Umrah ini harus betul-betul mengikuti aturan yang jauh lebih baik dari sisi regulasi maupun sistem aplikasi yang dibangun secara elektronik."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement