IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag), Khoirizi mengunkap, tidak ada perbedaan dalam pembekalan materi manasik haji kepada jamaah berisiko tinggi (risti) dan jamaah umumnya. Karena semua jamaah akan melakukan kegiatan ibadah yang sama. Walaupun ia mengakui, hampir 63 persen jamaah yang hendak menunaikan ibadah haji berusia di atas 65 tahun.
Khoirizi tidak menampik adanya kendala dalam persoalan haji. Salah satu yang menjadi kendala adalah terkait pengetahuan calon jamaah yang masih terbatas. Selain faktor usia yang rata-rata di atas 65 tahun, hampir 60 persen dari latar belakang pendidikan calon jamaah adalah lulusan SMA dan bahkan ada yang tidak mengenyam pendidikan sekolah sama sekali. Sehingga, tidak sedikit jamaah yang terkendala masalah bahasa.
Namun begitu, hal ini menurutnya bisa diatasi dengan keberadaan petugas haji dan media haji Indonesia saat jamaah berada di Tanah Suci nanti. Mereka akan membimbing jamaah selama beribadah haji.
"Kendala di dalam pesoalan haji pasti ada. Tapi itu bukan jadi penghalang. Kendala itu harus kita selesaikan sebagaimana haji ini bisa berjalan sesuai dengan syariat yang telah ditentukan," lanjutnya.
Khoirizi menambahkan, banyak hal yang bisa dipetik sebagai pembelajaran dari pelaksanaan haji di tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, ketika terjadi musibah di Mina pada 2015. Ia mengakui ketika itu jamaah asal Indonesia kurang disiplin. Sesuai jadwal yang telah ditetapkan awal, jamaah harus melakukan kegiatan melontar jumrah di Jamarat pada hhri pertama di atas pukul 12.00. Namun, sebagian jamaah yang terlibat dalam musibah itu justru sudah keluar pukul 05.30 untuk melempar jumrah.
"Hal itu salah satu ketidakdisiplinan, yang bisa jadi karena edukasinya terlambat. Karena itu, mulai pelaksanan haji 2018 dan 2019, edukasi atau manasik haji dilakukan sejak awal," katanya.