Senin 15 Apr 2019 12:32 WIB

Respons KPHI Atas Penambahan Kuota Haji

KPHI menyatakan penambahan kuota haji mendadak munculkan masalah baru.

Seorang petugas haji Indonesia yang bertugas di Sektor Khusus Masjidil Haram sedang menuntun jamaah sepuh yang tersesat.
Foto: Republika/Heri Ruslan
Seorang petugas haji Indonesia yang bertugas di Sektor Khusus Masjidil Haram sedang menuntun jamaah sepuh yang tersesat.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), M Samidin Nashir, mengatakan adanya penambahan kuota haji dari pemerintah Arab Saudi sebagai hasil pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Raja Moh Salman bikin masalah baru yang serius. Ini karena penambahan kuota jamaah haji itu dilakukan mendadak ketika jamaah haji sudah mempersiapkan keberangkatan mereka.

‘’Kalau jauh-jauh hari penambahan kuota itu menjadi tak ada masalah baru serius. Tapi ini mendadak. Padahal jamaah sudah bersiap misalnya sudah memasuki tahap melakukan persiapan manasik dan lainnya. Penambahan ini punya banyak impikasi yang serius baik teknis mapun non teknis,’’ kata M Samidan Nasir Nashir, kepada Republika.co.id, Senin (15/4).

Selain itu, tambah Samidhan, kalau nanti kuota haji bertambah sebanyak 10 ribu jamaah, maka berarti jamaah haji Indonesia tahun 2019 menjadi 231 ribu orang. Sebab, jamaah haji pada tahun sebelumnya hanya sebanyak 221 ribu orang jamaah.

‘’Malah yang paling ditambah kiota 10 ribu maka akan ada tambahan subsidi biaya inderect cost, sebanyak 10 ribu kali Rp 35 juta, yakni Rp 350 milyar. Nah, ini masalah serius sebab akan bisa mengurangi dana tabungan jamaah haji karena dana inderct cost sudah habis untuk menutup biaya untuk jamaah yang sekarang mencapai 221 ribu itu. Pasti akan jadi masalah ketika tambahan dana itu dibahas lagi di DPR,'' katanya.

Tak hanya itu, Saridin mengatakan kerumitan karena tambahan kuota haji mendadak itu juga terkait berbagai hal lain yang juga sangat penting dan strategis dalam pelayanan kepada jamaah haji. Hal itu misalnya yang paling gampang adalah soal ketersedian tenda dan tempat ketika jamaah melakukan ibadah di puncak haji, yakni wukuf di Arafah, Mabit di Mudzdalifah, hingga menginap di dalam tenda ketika ‘melempar jumarah' di Mina.

‘’Tambahan 10 ribu orang itu bukan soal sederhana. Para jamaah mau ditaruh di mana. Tahun kemarin hitungannya rata-rata untuk setiap jamaah mabit di Mina jatah ruangannya hanya 0,8 meter saja ketika 'mabit' di Mina. Apa sekarang mau berdiri ketika menginap untuk melempar jumrah itu. Jadi penambahan kuota yang mendadak ini serba rumit implikasinya. Belum lagi soal ketersediaan pondokan, ketersediaan angkutan, dan makanan. Ini jelas makin rumit lagi,’ ujarnya lagi.

Bahkan, kata Samidan implikasi lainnya yakni penambahan kuota mendadak itu juga akan terkait pada petugas pelayanan  jamaah haji. Mereka mungkin bisa direkrut mendadak, tapi sekali lagi uang untuk membiyai petugas diambil dari mana.’’Kalau jamaah ditambah maka petugas haji juga pasti nambah. Selama ini ongkos petugas haji kan dibiyai memakai dana APBN. Akibatnya kalau ada tambahan biaya untuk menambah jumlah tenaga petugas haji, maka harus minta tambahan ke DPR. Jadi prosedurnya panjang dan repot,’’ tegasnya.

Ketua Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong, juga bicara senada dengan Samidan. Dia mengatakan tambahan kuota yang mendadak ketika jamaah haji sudah mulai bersiap seiring datangnya bulan Ramadhan itu bersiko dan mempunyai banyak implikasi yang terkait.

‘’Intinya malah tamahan kuota haji yang mendadak malah bisa bikin masalah baru. Ini berbeda bila tambahan kuota bagi jamaah haji Indonesia dilakukan jauh-jauh hari, misalnya pada akhir tahun lalu. Kita jelas akan bisa bersiap lebih serius,’’ kata Ali Taher.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI Ace Hasan Syadzily mengungkapkan, jumlah kuota haji Indonesia telah bertambah sebanyak 10 ribu jamaah. Tambahan itu muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dengan Raja Salman di Riyadh, Arab Saudi, pada Ahad (14/4). Sebagai informasi, saat ini kuota jemaah haji RI sebanyak 221 ribu jamaah.

"Keputusan penambahan kuota haji ini disampaikan saat pertemuan Presiden Jokowi dengan Raja Kerajaan Arab Saudi, Raja Salman di Istana Pribadi Raja (Al-Qahr al-Khas) di Riyadh, Ahad 14 April 2019," kata Ace Hasan Syadzily dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/4).

Menurut Ace, penegasan keputusan itu juga disampaikan kembali Putera Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Muhammad bin Salman (MBS). MBS sebelumnya telah menerima kedatangan Presiden Jokowi pada hari yang sama.

Penambahan kuota haji itu dinilai bermanfaat dalam mengurangi daftar tunggu jamaah haji Indonesia yang kini rata-rata mencapai 18 tahun. Bahkan, umpamanya, di Sulawesi Selatan daftar tunggu itu bisa mencapai 40 tahun.

"Tambahan ini merupakan upaya diplomasi Presiden Jokowi yang secara khusus kepada Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi," tambahnya.

Politikus Partai Golkar itu mengklaim, penambahan kuota haji itu merupakan salah satu bukti kedekatan diplomatik antara Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi saat ini. Karena itu, dirinya menilai kunjungan Presiden Jokowi ke Arab Saudi kemarin patut diapresiasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement