Sabtu 20 Jul 2019 10:46 WIB

BPKH: Investasi Dana Haji untuk Sewa Hotel Jangka Panjang

Investasi dana haji dengan pembelian hotel dinilai belum memungkinkan dan berisiko.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nur Aini
Sejumlah petugas mengangkut dan memindahkan koper jamaah haji ke bus yang akan membawa dari hotel tempat jamaah haji Indonesia menginap di Madinah, Ahad (14/7). Mulai hari ini jamaah haji Indonesia bergerak ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Ada tiga kloter yang berangkat ke Makkah,  yakni kloter SUB 1, dan BTH 1-2.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Sejumlah petugas mengangkut dan memindahkan koper jamaah haji ke bus yang akan membawa dari hotel tempat jamaah haji Indonesia menginap di Madinah, Ahad (14/7). Mulai hari ini jamaah haji Indonesia bergerak ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Ada tiga kloter yang berangkat ke Makkah, yakni kloter SUB 1, dan BTH 1-2.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Investasi pada Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Benny Wicaksono, mengatakan pihaknya tetap konsisten berusaha mewujudkan investasi dana haji di sektor perhotelan di Makkah dan Madinah. BPKH akan mulai menjalankan strategi investasi langsung pada 2020 mendatang melalui sewa hotel dalam jangka panjang.

Porsi dana kelolaan yang akan disalurkan untuk investasi itu akan mencapai 70 persen mulai 2020. Sementara, penempatan di bank menjadi 30 persen. 

Baca Juga

Selain di dalam negeri, investasi juga akan dilakukan di luar negeri. Di luar negeri, yakni di Arab Saudi, BPKH akan menyasar sektor perhotelan, transportasi, dan katering di Makkah dan Madinah. Namun untuk sementara, kata dia, kemungkinan investasi hanya dilakukan di Madinah.

"Insya Allah ada di Madinah potensi lebih besar dibanding Makkah, kita lebih optimis karena Dirjen PHU Kementerian Agama mendukung investasi kita di Saudi," kata Benny, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Sabtu (20/7).

Ia mengatakan, potensi pasar di Madinah terlihat lebih bagus daripada di Makkah. Dari segi permintaan atau jumlah jamaah memang hampir sama antara Makkah dan Madinah. Namun dari segi suplai atau jumlah hotel, menurutnya, Madinah lebih sedikit daripada Makkah.

"Di Makkah hotel baru terus nambah. Sedangkan jamaah segitu-gitu saja. Jamaah sama, tapi suplai di Makkah lebih banyak," ujarnya. 

Kendati begitu, ia mengatakan BPKH tetap sangat berhati-hati untuk menjajaki peluang investasi di sektor perhotelan di Makkah dan Madinah tersebut. Pasalnya, menanamkan investasi di sektor perhotelan di dua kota suci di Saudi itu masih tetap berisiko.

Menurutnya, peraturan Arab Saudi tidak memperbolehkan investor asing memiliki properti di sana. Kalau pun bisa, BPKH harus menggunakan atas nama pengusaha yang merupakan warga Saudi. Sehingga, dana investasi haji itu dititipkan kepada pengusaha Saudi dan pembelian lahan atau hotel dilakukan atas nama warga Saudi tersebut.

"Kita bisanya melalui orang Saudi. BPKH sebagai lembaga tidak mungkin menitipkan uang ke perorangan seperti itu, sebelum jika ketentuannya di Saudi diubah," ujarnya.

Karena itu, Benny menjelaskan bahwa investasi yang akan dilakukan di sektor perhotelan di Makkah dan Madinah itu adalah sistem sewa dalam jangka panjang. Itupun, menurutnya, sewa jangka panjang hanya berlaku paling lama 2 tahun dan setiap 2 tahun harus diperpanjang kembali.

"Tawaran untuk membeli banyak sekali, hanya harus melalui warga Saudi. Banyak memang yang menawarkan atas nama orang Saudi atau diakalin. Tapi risikonya, investasi bisa hilang," katanya.

Menurutnya, BPKH tidak ingin gegabah dalam melakukan investasi. Sebab, banyak korporasi yang menanamkan investasi di Saudi, namun gagal. Saat ini, prioritas BPKH adalah agar target nilai manfaat terpenuhi. Karena hal itu menyangkut investasi di negara asing yang memiliki ketentuan dan budaya sendiri. 

"BPKH sangat hati-hati. Tapi yang penting prosedurnya dipenuhi, kami berniat secepatnya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement