Selasa 13 Aug 2019 00:05 WIB

Khusuknya Mina Ketika Jamaah Bersiap Melempar Jumrah

Usai hujan lebat di malam buta jamaah haji bersiap melempar jumrah.

Jamaah haji berduyun-duyun dari tenda-tenda mereka di MIna bergerak menuju Jamarat untuk melempar jumrah di Jamarat, Mina, Ahad (11/8).
Foto: STR/EPA-EFE
Jamaah haji berduyun-duyun dari tenda-tenda mereka di MIna bergerak menuju Jamarat untuk melempar jumrah di Jamarat, Mina, Ahad (11/8).

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

‘’Saya akan lempar jumrah sekarang ya Mas. Doakan saya dan suami bisa lancar di jalan.’’ Pernyataan ini adalah omongan permintaan adik saya, Siti Rohmah yang kini tengah berada di Mina serta bersiap pergi melontar jumrah. Saya lihat di pesan itu, tertera pukul 03.27 Waktu Arab Saudi alias sekitar pukul 07:37 waktu Indonesia Barat.

Saya baru bangun menerima pesan itu.

Dan ketika membacanya maka langsung teringat peristiwa melempar jumrah di malam-malam selama masa ‘tarwiyah’ di Mina. Saya bayangkan adik saya dan suaminya Hamid Rifai, ‘bude’dan ‘bulik, serta saudara sedarah sekampung lainnya yang jumlahnya sampai delapan orang, kini tengah menikmati suasana lempar jumrah.

 

‘’Seru mas. Tapi pegel kakinya untuk jalan 15 kilometer per hari,’’ kata Hamid Rifai tertawa lepas. Selintas saya sempat lihat foto yang dikirmkannya melalui WA yang ikut sibuk menyiapkan rombongan dan membenahi tenda seusia hujan turun.

Tapi yang paling sibuk tentu saudara saya lainnya, 'Mas Guru' Rosyidun. Dia yang 'diberi amanah' sebagai kepala regu tampak yang paling aktif membantu jamaah. Dia pimpin rombongan jamaah haji sejak dari tanah air melalui embarkasi Donohudan Solo. ‘Mas Guru’ yang dulu jago main voli itu  sewaktu akan ke Arafah sekilas terlihat membimbing jamaah masuk ke bus Saptco yang berwarna merah. Tak kelihatan letih. Wajahnya malah kelihatan segar dan gemuk.

‘’Ah enak sekali naik haji. Kemana-mana makan dan tdak mikir apa-apa kecuali ibadah,’’ kata Mas guru Rosyidin,.

Adik saya menimpali,’’Iya kayak dikombor. Kemana-mana makan, jalan-jalan, senang-senang, belanja. Konsentrasinya ibadah, hanya untuk ibadah. Dan kalau lelah istirahat. Makanya pada betah karena sementara tak mikirin kerjaan atau cari duit seperti di tanah air.’’

Dari kampung ibu saya sudah ‘wanti-want’ (berpesan sangat serius) agar ketika pergi haji jangan lagi pikirkan rumah atau keluarga. Pikirkan saja ibadahmu. Cukup doakan mereka yang dirumah.

‘’Serahkan saja semua kepada Allah. Biarlah yang kuasa yang mengurus. Kalian juga jangan bolak-balik telepon ke rumah. Pamali. Ganggu konsentrasi ibadah,’’ nasihat ibu saja ketika dahulu rombongan haji keluarga kami akan berangkat.

Ya tentu saja, nasihat itu pasti mereka kenang. Namun, hanya saja ada satu hal yang tidak bisa mereka patuhi semuanya, yakni soal bertelpon dari tanah suci. Berkat teknologi canggih komunikasi jamaah haji yang tengah berada di Arab Saudi  bisa bertelpon kapan saja dengan keluarga di tanah air.

Dan hanya berbicara, mereka bisa saling berkirim foto dan video, hingga bercakap dan bertatap nuka secara langsung melalui video call. Apa yang terjadi dan dialami mereka ditanah suci sewaktu haji bisa seketika dilihat keluarga di tanah air, misalnya soal hujan, suasana tawaf, minum air zamzam, suasana toko parfum, atau soal peristiwa pemakaman KH Ma’moen Zubair di Ma’la sepekan silam.

Nah, pada saat ini, di tengah suasana malam buta para jamaah itu menuju jamarat untuk melempar jumarah. Geriap dan riuh iring-iringin ratusan ribu jamaah asal Indonesia pasti lebih ramai dari pada suasana pawai karnaval Agustusan. Bendera merah putih bersama umbul-umbul atau tanda pengenal jamaah berkibaran. Mereka berjalan tertib, mengular dengan pakaian ihram yang putih-putih menginajk aspal jalan dan menembus banyak terowongan menuju tugu jamarat di Mina.

Suara takbir pasti menggeremang. Suara tahmid bersahutan. Suara ini diselingi suara sirine ambulance dn kerlip lampu penerang yang gemerlapan. Di Mina kini amal dan hidup dipertaruhkan. Semua jamaah memuji kelimpahan rahmat, keberkahan, serta kebesaran sang pecipta.

"Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak..."

Ya Allah, Aku penuhi panggilan-Mu. Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan bagi-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu...”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement