Sabtu 17 Aug 2019 04:30 WIB

Saat Jamaah Ganti Nama Setelah Haji

Ganti nama setelah haji dilakukan oleh sejumlah jamaah haji.

Khaddar dan Saryono, jamaah haji asal Kebumen yang mengganti namanya setelah berhaji.
Foto: Muhammad Hafil / Republika
Khaddar dan Saryono, jamaah haji asal Kebumen yang mengganti namanya setelah berhaji.

IHRAM.CO.ID, Oleh Muhammad Hafil dari Makkah, Arab Saudi

Baca Juga

MAKKAH – Sejumlah jamaah haji asal Kebumen, Jawa Tengah, mempertahankan tradisi mengganti nama setelah menyelesaikan rangkaian ibadah haji. Tradisi ini dipertahankan selama bertahun-tahun selain karena landasan kebiasaan di masyarakat, juga karena berdasarkan landasan syariat.

“Biasanya orang kampung suka nanya ke orang yang baru pulang haji. Mereka Tanya namanya diganti atau ditambah? Karena itulah saya minta petunjuk ke kiai agar memberikan nama setelah saya berhaji,” kata Saryono (51 tahun) yang tergabung dalam Kloter 20 Solo di Hotel Kiswah di kawasan Jarwal, Makkah, Jumat (16/8).

Saryono lalu menanyakan masalah ini kepada KH Ulinuha Shodiq S atau yang akrab disapa Gus Ulin yang menjadi Tim Pembimbingi Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) Kloter 20 Solo. Lalu, oleh Gus Ulin dia diberi nama Abdulqayyum.  

Jamaah lainnya, Khaddar (59), juga ikut meminta nama kepada Gus Ulin. Dia pun diberi nama Muhammad Hanifuddin.  “Artinya yang dibutuhkan oleh orang lain,” kata Khaddar.

Khaddar meyakini, pemberian nama baru setelah berhaji di Tanah Suci memiliki keberkahan. Sehingga, dirinya mudah mendapatkan hidayah apalagi yang member nama adalah seorang kiai.

“Yang jelas, dengan predikat haji mabrur, arahnya ilmu ktia semakin bertambah, rezekinya bertambah, dan mudah-mudah diberi usia panjang yang berkah dan juga bermanfaat untuk banyak orang sehingga kita benar-benar menerima hidayah,” kata Khaddar.

 

KH Ulinuha Shodiq S atau yang akrab disapa Gus Ulin mengatakan, bahwa pemberian nama itu sebenarnya merujuk pada hadist nabi. Di mana, bahwa kita semua akan dipanggil sesuai dengan namanya, maka berilah nama yang baik. “Kalau di sini konteksnya nama-nama yang islami,” kata Gus Ulin.

Menurut Gus Ulin, itulah dasar pemberian nama yang Islami. Apalagi, ada tradisi di masyarakat Kebumen bahwa orang yang baru pulang dari haji akan ditanya namanya siapa.

“Mungkin di kampung saya sudah tradisi. Biasanya tetangga pada tanya dan pemberian nama baru ini adalah oleh-oleh atau jajannya orang yang berhaji,” kata Gus Ulin.

Soal teknis pemberian nama baru dilakukan setelah jamaah menyelesaian rangkaian ibadah hajinya. Setelah itu, jamaah bertanya kepada dirinya soal pemberian nama itu.

Kemudian dia memberikan nama baru itu. Adapun pemberian namanya, salah satunya berdasarkan karakter dari jamaah itu dulu. Maka, ketika ada jamaah yang pembawaannya selalu bahagia, maka akan diberikan nama yang terkait dengan kebahagian.

photo
KH Ulinuha Shodiq S atau Gus Ulin.

Atau, pemberian nama diambil dari nama Nabi Muhammad. Misalnya, tadinya namanya Wagiyo, maka akan ditambah Muhammad di depan namanya. Untuk yang wanita, biasanya namanya ditambah kata Nur di depan namanya.

“Jadi ada tiga model pemberian nama. Apakah itu mau nama Arab, Islam, atau sesuai dengan karakternya. Ini sesuai dengan kemauan dengan penuh kesadaran,” kata Gus Ulin.

Setelah itu, ada akad dan syukuran pemberian nama baru itu. Syukuran itu dilakukan secara sederhana. Dan, setelahnya ada pemberian sertifikat nama baru itu dari pihak Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).

Gus Ulin juga menegaskan,  bahwa pemberian nama itu adalah nama nonformal. Artinya, pemberian nama baru ini tak merubah nama aslinya berdasarkan catatan resmi pemerintah. “Nama aslinya sesuai dengan yang di KTP,” kata Gus Ulin.

Sementara terkait jumlahnya, Gus Ulin mengatakan dari 353 orang jamaah di kloternya, sudah ada 50 persen yang dia berikan nama baru setelah berhaji. “Iya, sudah ratusan  yang meminta nama baru setelah haji,” kata Gus Ulin.

Soal ganti nama ini, tidak hanya dilakukan oleh masyarakat. Tetapi, juga pernah dilakukan oleh Presiden kedua RI, Soeharto. Usai melaksanakan haji pada 1991, Soeharto mendapatkan surat dari Raja Arab Saudi saat itu, Raja Fahd.

Dalam suratnya,  Raja Fahd memberikan pilihan nama yakni Mohammad atau Ahmad bagi Soeharto dan Siti Fatimah atau Siti Maryam bagi isterinya. Soeharto lebih suka menggunakan nama Haji Mohammad Soeharto, sementara istrinya Hajah Siti Fatimah Hartinah Soeharto. Dan, nama itu terus disandangnya hingga akhir hayatnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement