Jumat 17 Jan 2020 16:25 WIB

DPR Bersikeras Uang Saku untuk Jamaah Haji tak Dipangkas

Kemenag mempertimbangkan memangkas uang saku jamaah haji.

Rep: Zainur Mahsir/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi foto calon Jamaah Haji sedang menerima uang saku atau living cost di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.
Foto: Dok Republika/Rakhmawaty La'lang
Ilustrasi foto calon Jamaah Haji sedang menerima uang saku atau living cost di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Wakil ketua panitia kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Ace Hasan Syadzili mengatakan bahwa pihaknya tetap tidak ingin ada pengurangan uang saku untuk jamaah haji. Namun demikian, ia menegaskan terkait hal tersebut belum bisa dipastikan hingga saat ini.

“Sekarang masih belum pasti, ketetapan akan dilakukan akhir bulan nanti,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (17/1). Ace memaparkan, pembahasan haji pada 15 hingga 17 Januari di komisi delapan dan Panja BPIH masih masih mengupayakan agar biaya uang saku tidak dipangkas.

Baca Juga

Ketika ditanya terkait pengurangan uang saku haji dia menilai, hal tersebut tidak relevan. Terlebih menurut dia, ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika saat ini sudah menguat dan lebih baik. “Dan harusnya ada efisiensi di situ,” katanya.

Kendati demikian, keputusan kementerian agama (Kemenag) untuk mengurangi pemangkasan uang saku jamaah haji masih dipertimbangkan. Di mana, jumlah pemangkasan itu ada dari angka 1.500riyal atau sekitar Rp 5,4 juta menjadi 1.000riyal atau setara dengan Rp 3,6 juta.

“Tapi kami masih bersikeras bahwa kami tidak ingin ada pengurangan uang saku untuk para jamaah,” ujar anggota DPR RI komisi VIII itu.

Ace menegaskan, biaya yang dimaksud untuk penggunaan avtur, penambahan makan dan lainnya bukan menjadi alasan. Pasalnya harga avtur dinilai stabil, bahkan cenderung menurun.  “Itu yang saat ini kami minta ke kemenag untuk mengkajinya kembali,” kata dia.

Dia menilai, ada banyak lagi opsi lainnya agar uang saku haji para Jemaah tidak dikurangi. Sambung dia, dengan menyisir komponen-komponen biaya lainnya, juga perlu diperhatikan oleh pemerintah, agar para jamaah haji tidak kekurangan manfaatnya.

Sebelumnya, Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu pada Kementerian Agama (Kemenag), Maman Saepulloh, mengatakan pihaknya tengah membahas terkait kemungkinan pengurangan uang saku (living-cost) jamaah pada pelaksanaan haji 2020. Biaya uang saku jamaah yang sebelumnya sebesar 1.500 Riyal (sekitar Rp. 5,4 juta) bisa dikurangi menjadi 1.000 Riyal (sekitar Rp 3.6 juta) tahun ini.

Menurutnya, pengurangan ini didasarkan pada pertimbangan jumlah atau jatah katering makan jamaah selama berada di Makkah pada haji tahun ini dibandingkan tahun lalu. Jatah makan jamaah selama di Makkah tahun ini bertambah, sehingga akan menambah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Dengan demikian, uang saku jamaah kemungkinan bisa dikurangi. Namun, ia menegaskan hal ini masih dalam pembahasan. 

"Sedang dalam proses pembahasan, dengan pertimbangan karena pemberian konsumsi di Makkah semula 40 kali menjadi 50 kali," kata Maman, melalui pesan singkat kepada Republika.co.id, Rabu (15/1). 

Pengurangan uang saku ini tidak lepas dari langkah Kemenag yang menginginkan agar Bipih tahun ini tidak naik. Bipih 2020 minimal sama dengan Bipih 2019, yakni sebesar Rp 35.235.602. 

Namun demikian, sebelumnya Maman mengatakan bahwa penentuan Bipih dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini tergantung dari hasil rapat dengar pendapat dan rapat kerja bersama DPR RI serta beberapa faktor lainnya. Menurutnya, BPIH dan Bipih juga tergantung pada masukan dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dalam hal ini, besaran BPIH akan disesuaikan dengan nilai manfaat yang diperoleh BPKH. Jika perolehan nilai manfaat itu besar, BPKH kemungkinan tidak naik. Namun jika tidak terlalu besar, itu bisa berdampak pada pengurangan hal lainnya, seperti uang saku jamaah. 

Selain faktor ini, penentuan BPIH dan Bipih juga bisa dipengaruhi oleh harga tiket pesawat dan harga avtur dan dolar. Sebab, menurutnya, penetapan BPIH dan Bipih juga tergantung hasil survei harga hotel, katering dan transportasi di Arab Saudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement