Kamis 16 Jan 2020 18:13 WIB

Komnas Haji Setuju Uang Saku Jamaah Dipangkas

Kemenag diminta meningkatkan efisiensi dan tidak membebani keuangan haji.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Komnas Haji Setuju Uang Saku Jamaah Dipangkas. Petugas membantu jamaah haji lansia.
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Komnas Haji Setuju Uang Saku Jamaah Dipangkas. Petugas membantu jamaah haji lansia.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengajukan wacana pemotongan uang saku (living cost) bagi jamaah haji 2020. Pemangkasan ini dilakukan salah satunya agar tidak menambah Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj setuju dengan usaha efisiensi dana haji tersebut. Bahkan, ia berharap efisiensi ini dilakukan secara menyeluruh tidak hanya pada aspek uang saku jamaah.

Baca Juga

"Wacana pemotongan uang saku oleh Kemenag dengan tujuan agar biaya haji tahun 2020 tidak naik tampaknya bertujuan efisiensi. Namun, Kemenag tampaknya masih gamang karena khawatir mendapat protes keras dari jamaah dan publik," ujar Mustolih saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (16/1).

Ia pun menyebut seharusnya efesiensi yang dilakukan oleh Kemenag jangan hanya bersifat parsial. Efisiensi biaya ini seharusnya dilakukan dengan lebih menyeluruh atau komprehensif.

Selama ini, Mustolih menilai dana haji masih belum efesien. Akibatnya, biaya haji banyak menyedot dana subsidi dari antrean jamaah haji tunggu.

Cara yang dilakukan ini disebut merugikan dan berimplikasi pada kesehatan keuangan haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Ia lalu mendorong Kemenag meningkatkan semangat efisiensi dan tidak membebani keuangan haji.

"Mestinya bukan hanya uang saku yang dipangkas. Tetapi masa perjalanan ibadah haji semestinya bisa diperpendek untuk menekan biaya makan, penginapan, akomodasi, dan sebagainya," ujarnya.

Mustolih juga menyebut perlu ada upaya serius dari Kemenag untuk menekan biaya penerbangan. Ia beranggapan sektor ini termasuk yang banyak menyedot biaya.

Sebelumnya, Kemenag menyebut salah satu alasan pengurangan uang saku jamaah karena nantinya jamaah mendapat 50 kali konsumsi selama di Tanah Suci. Menanggapi hal ini, Mustolih menyebut tidak ada korelasi antara uang saku dan jatah makan jamaah.

"Sedari awal, uang saku bukan untuk kebutuhan pokok. Sedangkan makan adalah kebutuhan pokok. Apa relevansinya uang saku? Emergency cost? Jamaah saya kira kebanyakan punya dana cadangan pribadi," ucapnya.

Ia menyebut uang saku bisa saja tidak diberikan sama sekali kepada jamaah. Seluruh kebutuhan jamaah dinilai sudah dipenuhi dalam biaya akomodasi dan konsumsi oleh pemerintah.

Adapun wacana pengurangan uang saku jamaah ini sebelumnya disampaikan Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Kemenag, Maman Saepulloh. Biaya uang saku yang biasanya senilai 1.500 riyal (sekitar Rp 5,4 juta) rencananya tahun ini dipotong menjadi 1.000 riyal (sekitar Rp 3,6 juta).

"Didasarkan pertimbangan jumlah atau jatah katering makan jamaah selama berada di Makkah tahun ini dibandingkan tahun lalu. Jatah makan jamaah tahun ini bertambah sehingga akan menambah BPIH," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (15/1) kemarin.

Untuk menekan BPIH, Kemenag pun mengusulkan untuk mengurangi uang saku jamaah. Namun, rencana ini masih dalam tahap pembahasan.

Pemberian konsumsi untuk jamaah di Makkah semula sebanyak 40 kali. Namun tahun ini, Kemenag merencanakan menyiapkan makan katering jamaah sebanyak 50 kali.

Kemenag pun mengusahakan agar BPIH 2020 minimal sama dengan 2019, totalnya sebesar Rp 35.235.602. Penentuan BPIH dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sendiri tergantung dari hasil rapat dengar pendapat dan rapat kerja bersama DPR RI serta masukan dari BPKH.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement