Kerinduan Umat, Tak Ada Lagi Ramadhan yang 'Normal'

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Ani Nursalikah

Jumat 17 Apr 2020 12:35 WIB

Mahasiswa Muslim Malaysia berbuka puasa Ramadhan di Merdeka Square, Kuala Lumpur, Malaysia, 4 Juni 2017. Ramadhan 2020 berbeda karena virus corona. Umat Muslim tidak bisa lagi berbuka puasa bersama-sama. Foto: AP Photo/Vincent Thian Mahasiswa Muslim Malaysia berbuka puasa Ramadhan di Merdeka Square, Kuala Lumpur, Malaysia, 4 Juni 2017. Ramadhan 2020 berbeda karena virus corona. Umat Muslim tidak bisa lagi berbuka puasa bersama-sama.

REPUBLIKA.CO.ID, WINTER PARK -- Warga Seattle, AS, Maggie Mohamed menantikan untuk menghabiskan bulan suci Ramadhan di negara asalnya, Mesir. Saat ini, dengan penyebaran virus corona, dia tidak bisa bepergian. Dia juga tidak memiliki teman dan kerabat untuk buka puasa bersama.

Mohamed yang berusia 65 tahun tidak bisa mengambil risiko itu. “Sangat menyedihkan, tetapi kami sangat senang, saya tidak menganggapnya sebagai hukuman melainkan sebagai panggilan," ujar dia.

Baca Juga

Ramadhan, yang dimulai akhir bulan ini, menyatukan umat Islam di seluruh dunia dalam puasa dan ibadah. Tahun ini juga terdapat serangkaian hari libur keagamaan yang juga menyatukan umat beragama dari berbagai agama dalam ritual dan perayaan.

Mohamed sedang memikirkan solusi. Dia selalu menantikan tarawih di masjid. Dia berencana sholat di rumah bersama putrinya.

Tetapi bagaimana dengan doa bersama? Imam yang memimpin doa membuatnya menangis ketika dia berdoa untuk orang-orang yang dicintai yang sudah meninggal atau mereka yang menderita di negeri-negeri yang jauh. Isak tangis muncul dari umat yang setia dan berbaur dengan seruan 'amin' bersamaan.

photo
Seorang turis Amerika melihat Masjid Agung Muhammad Ali Pasha di komplek Benteng, Kairo, Mesir, Rabu (18/3). Seperti banyak tempat lain di dunia, pandemi coronavirus sedunia bisa berakhir rentan di Mesir - (AP / Nariman El-Mofty)

Mohamed bertanya-tanya, "Bisakah dia membuat konferensi video Zoom? Itu akan banyak membantu kita," kata dia.

Meski suasananya tidak akan sama seperti berkumpul langsung. Di masjidnya, jamaah perempuan memeluk dan mengobrol setelah sholat ketika anak-anak berlarian di sekitar, kemudian kurma dan cokelat dibagikan dari tangan ke tangan.