Kamis 04 Jun 2020 10:57 WIB

MUI DKI Jakarta: Fatwa Sholat Dua Gelombang tak Bertentangan

Pelaksanaan sholat Jumat dua gelombang dilakukan dengan catatan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
MUI DKI Jakarta: Fatwa Sholat Dua Gelombang tak Bertentangan. Foto Ilutstrasi: Petugas gabungan TNI bersama Palang Merah Indonesia (PMI) menyemprotkan cairan disinfektan untuk persiapan pelaksanaan shalat jumat pertama setelah PSBB berakhir di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Rabu (3/6). Masjid Agung Al-Azhar akan melakukan shalat jumat pada tanggal perdana jika masa PSBB DKI Jakarta berakhir pada 4 Juni 2020 mendatang dengan tetap menerapkan protokol kesehatan guna mengantisipasi penyebaran COVID-19
Foto: Republika/Thoudy Badai
MUI DKI Jakarta: Fatwa Sholat Dua Gelombang tak Bertentangan. Foto Ilutstrasi: Petugas gabungan TNI bersama Palang Merah Indonesia (PMI) menyemprotkan cairan disinfektan untuk persiapan pelaksanaan shalat jumat pertama setelah PSBB berakhir di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Rabu (3/6). Masjid Agung Al-Azhar akan melakukan shalat jumat pada tanggal perdana jika masa PSBB DKI Jakarta berakhir pada 4 Juni 2020 mendatang dengan tetap menerapkan protokol kesehatan guna mengantisipasi penyebaran COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtar menegaskan fatwa nomor 2/2020 tentang sholat Jumat dua gelombang yang dikeluarkan MUI DKI Jakarta tidak bertentangan dengan fatwa nomor 5/2000 tentang sholat Jumat dua gelombang yang dikeluarkan MUI pusat pada tahun 2000. Kiai Munahar menjelaskan, fatwa MUI DKI Jakarta tentang sholat Jumat dua gelombang itu dikeluarkan melihat kondisi yang dihadapi saat ini.

"Sebetulnya kita tidak bertentangan. Sebetulnya sama, cuma perkembangan zaman dan dalam bahasa fiqih itu ada pendapat lama dan pendapat baru," kata Kiai Munahar kepada Republika.co.id pada Kamis (4/6).

Baca Juga

Kiai Munahar menjelaskan, banyak sebab yang membuat MUI DKI Jakarta memfatwakan bolehnya pelaksanaan sholat Jumat dua gelombang. Dalam fatwa itu, Kiai Munahar menjelaskan, MUI DKI Jakarta mengacu pada pendapat ulama-ulama terdahulu serta pendapat ulama terakhir atau qoul jadid.

"Ulama-ulama, mufti-mufti dari Aljazair, Mesir, dan ulama Eropa itu ada yang berpendapat dalam qoul jadid-nya, pendapat yang terakhir, dibolehkan melaksanakan sholat Jumat dengan dua gelombang dengan catatan," kata Kiai Munahar.

 

Kiai Munahar menjelaskan, sholat Jumat boleh dilaksanakan dua gelombang dengan catatan kondisi yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan sholat Jumat dalam satu waktu pada satu tempat karena membeludaknya jamaah. Kedua, tidak ada lagi tempat dan sarana untuk melaksanakan sholat Jumat, dalam arti lain semua tempat sudah penuh. "Kalau itu semua sudah enggak ada, sementara masih ada umat yang ingin melaksanakan Jumat maka itu diperbolehkan," katanya.

Lalu, bagaimana dengan kondisi pelaksanaan sholat Jumat di DKI Jakarta? Apakah kondisinya sudah memenuhi syarat untuk melaksanakan sholat dua gelombang?

Menurut Kiai Munahar, DKI memiliki banyak tempat ibadah, baik masjid maupun mushala. Kendati demikian, jumlah umat Muslim yang tinggal di DKI Jakarta pun banyak. Selain itu, pandemi Covid-19,  menurut Kiai Munahar, menjadi salah satu alasan diperbolehkannya melaksanakan sholat Jumat dua gelombang.

"DKI ini mushala banyak, ruang-ruang juga banyak, tetapi kan jumlah penduduk DKI juga lebih banyak. Kalau malam 9 juta, kalau siang bisa 12 juta lebih. Ini satu permasalahan. Kalau memang sudah tidak ada tempat lagi untuk melaksanakan dengan keadaan darurat maka diperbolehkan. Itu dalam keadaan mendesak. Kalau masih enggak bisa juga, kembali ganti sholat Zhuhur. Jadi, enggak ada masalah (fatwanya), cuma memang dipermasalahkan," katanya.

Kiai Munahar juga menegaskan, pelaksanaan sholat Jumat dua gelombang dapat dilakukan dengan catatan sudah memaksimalkan semua area dan ruangan di sekitar masjid untuk digunakan jamaah. Bila hal itu tidak bisa menampung jamaah yang membeludak, sholat Jumat dua gelombang dapat dilakukan.

"Ini kan dalam keadaan darurat. Darurat kan berbagai macam. Saat ini kan kondisi wabah masih menyebar, artinya belum bisa diprediksi selesai atau tidaknya. Ini salah satu sebabnya, artinya dalam keadaan darurat seperti ini maka diperbolehkan. Ini salah satu di antara sebab lainnya. Kalau DKI yang pasti karena Covid ini kan," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement