Ahad 19 Jul 2020 20:26 WIB

Pascabanjir, Air Bersih dan Masker Sulit di Luwu Utara

Banyak penyintas yang tidak menggunakan masker karena memang tak ada.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andi Nur Aminah
Anak-anak korban banjir bandang memilih pakaian layak pakai saat mengungsi di kawasan kantor Bupati Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Kamis (16/7/2020).  Sebanyak 15.994 jiwa  mengungsi di sejumlah posko pengungsian karena rumah mereka rusak dan hilang akibat tertimbun lumpur setelah diterjang banjir bandang. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/nz
Foto: ANTARA/ABRIAWAN ABHE
Anak-anak korban banjir bandang memilih pakaian layak pakai saat mengungsi di kawasan kantor Bupati Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Kamis (16/7/2020). Sebanyak 15.994 jiwa mengungsi di sejumlah posko pengungsian karena rumah mereka rusak dan hilang akibat tertimbun lumpur setelah diterjang banjir bandang. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/nz

REPUBLIKA.CO.ID, 

JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat penanganan pascabencana banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel) menghadapi berbagai kendala dan masalah. Di antaranya kurang sumber air bersih hingga keterbatasan masker wajah.

Baca Juga

"Petugas, relawan, dan pengungsi mengalami keterbatasan masker. Banyak penyintas yang tidak menggunakan masker," kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana saat konferensi pers virtual di akun Youtube saluran BNPB bertema update banjir bandang di Luwu Utara, Ahad (19/7).

Selain itu, dia melanjutkan, sumber air bersih masih kurang karena pasokan air bersih di wilayah ini minim. Tak hanya itu, ia menyebutkan masalah lain yang dihadapi daerah Luwu Utara adalah kurangnya sarana cuci tangan pakai sabun (CTPS) di setiap pos pengungsian. Kemudian, dia menambahkan, masalah lainnya adalah masih kurangnya fasilitas kesehatan lingkungan dan sarana sanitasi di beberapa pos pengungsian. Pihaknya juga mencatat yang menjadi masalah adalah tenda masyarakat penyintas di kebun sawit belum berdinding yang dikhawatirkan muncul gangguan vektor.

Kemudian, dia melanjutkan, belum berjalannya kegiatan pengolahan sampah domestik mengakibatkan sampah menumpuk, baik di pengungsian dan di jalan pusat kota. Koordinasi yang kurang dalam pembagian makanan juga diakuinya masih menjadi masalah. "Akibatnya penanganan gizi tidak sesuai standar," ujarnya.

Persoalan lainnya, dia melanjutkan, penerapan jarak sosial (social distancing) juga masih terjadi. Padahal, ia menegaskan langkah ini penting untuk pengendalian virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Untuk melakukan pengendalian mencegah penularan virus di tempat ini, Budi mengklaim Kemenkes melakukan beberapa upaya. 

"Di antaranya tenaga bantuan kesehatan (EMT) harus bebas Covid-19 dengan menunjukkan surat. Jika belum diperiksa atau tidak ada surat maka dilakukan tes cepat (RDT) di pos kesehatan," katanya.

Selain itu, ia menyebutkan tenaga kesehatan harus menerapkan protokol kesehatan termasuk aturan jaga jarak. Ia juga menyebutkan adanya pemberian masker untuk yang tidak memiliki masker.

Pihaknya melalui promosi kesehatan Kemenkes juga telah memberikan masker kain bagi masyarakat sekitar. "Kami juga melakukan promosi kesehatan, lewat spanduk dan media komunikasi informasi edukasi (KIE)," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement