Rabu 22 Jul 2020 00:15 WIB

 'Enakan di Sekolah'

Pembelajaran melalui sistem daring dan pertemuan terbatas itu, tak efektif. 

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
Sejumlah siswa SDN 4 Kertasari, belajar di Masjid Al Ikhlas, Kelurahan Kertasasari, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Selasa (21/7).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Sejumlah siswa SDN 4 Kertasari, belajar di Masjid Al Ikhlas, Kelurahan Kertasasari, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Selasa (21/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Delapan siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Kertasari mengenakan seragam sekolah lengkap, ditambah masker untuk memenuhi syarat penerapan protokol kesehatan, pada Selasa (21/7) pagi. Namun, hari itu mereka tak pergi ke sekolah, melainkan ke Masjid Al Ikhlas, yang berjarak sekira 1 kilometer dari sekolahnya. 

Pandemi Covid-19 yang belum juga teratasi membuat mereka mau tak mau menggelar proses kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka secara terbatas di teras Masjid Al Ikhlas, lingkungan Citapen, Kelurahan Kertasari, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis.

Para siswa yang terdiri dari empat laki-laki dan empat perempuan itu hanya beralaskan lantai masjid yang terasa dingin. Hujan baru saja mengguyur sebagian wilayah Ciamis pagi itu.

Sarana belajar mereka hanyalah meja duduk yang dibawa dari rumahnya masing-masing, meski ada satu siswa yang menggunakan kursi dan meja kayu. Jarak antarsiswa diatur sedemikian rupa agar tak terlalu berhimpitan.

Di masjid itu, wali kelas mereka, Yuyu Yuliana, memberikan, materi pelajaran tematik kepada para siswa. Pembelajaran berlangsung layaknya di ruang kelas. Yuyu berinteraksi dengan para siswa. Ketika ada yang tak mengerti, ia akan menjelaskan secara langsung.

Proses KBM tatap muka di masjid itu dilakukan secara terbatas, baik dari kuantitas siswa maupun jam pelajaran. Artinya, hanya sebagian dari total keseluruhan siswa yang hadir dalam kegiatan itu. KBM secara tatap muka pun hanya dilakukan sekali dalam sepekan. Selain itu, waktu yang digunakan dalam satu kali pertemuan itu hanya dua jam pelajaran atau sekira 90 menit.

photo
Sejumlah siswa SDN 4 Kertasari, belajar di Masjid Al Ikhlas, Kelurahan Kertasasari, Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis, Selasa (21/7). - (Republika/Bayu Adji P)

Yuyu menjelaskan, dari total 23 siswa kelas IV SDN 4 Kertasari, pihak sekolah membaginya menjadi tiga kelompok yang didasarkan pada zonasi tempat tinggal mereka. Setiap kelompok hanya berisi 7-8 siswa. Dari tiga kelompok yang dibagi, salah satunya melakukan proses tatap muka terbatas di lingkungan masjid. Sementara dua kelompok lainnya melakukan proses KBM di rumah siswa. 

"Satu zona itu dikunjungi sekali dalam sepekan. Sisanya, kita menggunakan metode daring," kata dia ketika Republika berkunjung ke masjid tempat menggelar KBM, Selasa.

Menurut Yuyu, pertemuan sekali dalam sepekan itu hanya dilakukan untuk menyampaikan materi yang sulit diberikan secara daring. Sebab, ada beberapa materi yang perlu penjelasan langsung. Tak cukup disampaikan secara daring.

Pembelajaran melalui sistem daring dan pertemuan terbatas itu diakui tak efektif. Sebab, dalam penyampaian materi secara daring, siswa harus didampingi orang tua. Sementara orang tua siswa tak selalu dapat mendampingi anaknya setiap pagi. 

"Ada yang bekerja, baru bisa mengawasi setelah bekerja. Kita memberi toleransi itu, konsekuensinya, guru siap menjawab 24 jam," ujar dia.

Secara pribadi, Yuyu ingin KBM dapat kembali dilaksanakan di sekolah. Sebab, pihak sekolah juga sudah persiapkan protokol kesehatan dan sterilisasi di ruang kelas. Namun, aturan dari pemerintah masih belum memprbolehkan sekolah kembali dibuka. 

"Kita ikuti saja. Yang penting tugas belajar mengajar terlaksana," kata dia.

Keinginan kembali belajar di sekolah bukan hanya diungkapkan Yuyu sebagai guru. Para siawanya juga telah rindu kembali ke sekolah.

Salah seorang siswanya, Regan Widiyanto (9) mengaku, lebih enak belajar di sekolah dibanding secara daring dan pertemuan terbatas. Menurut dia, belajar di sekolah lebih ramai, karena bisa bertemu banyak temannya.

Selain itu, dia menambahkan, belajar secara daring membuatnya tak paham benar materi yang disampaikan oleh gurunya. "Enakan di sekolah, bisa dijelaskan (oleh guru)," kata dia.

Senada, siswa lainnya, Askana Shaki Syakira (9) juga merindukan kembali ke sekolah. Ia rindu belajar bersama teman-temannya. Tak seperti di rumah hanya dengan ibunya atau di masjid dengan temannya beberapa saja. 

"Mau cepat sekolah lagi. Enakan di sekolah," ujar dia tanpa beban.

Namun, keinginan siswa dan guru di Kabupaten Ciamis itu sepertinya tak akan dapat terwujud dalam waktu dekat. Sebab, berdasarkan hasil evaluasi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Barat (Jabar) pada Senin (20/7), Kabupaten Ciamis masih termasuk dalam zona kuning atau risiko rendah penyebaran Covid-19. 

Sementara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar hanya mengizinkan sekolah di zona hijau atau tak terdampak Covid-19, untuk kembali dibuka. Kabupaten Ciamis belum memenuhi syarat.

Artinya, KBM mayoritas anak-anak di wilayah itu masih belum bisa kembali belajar secara normal. Mereka yang sebelumnya terbiasa belajar di sekolah dan berinteraksi langsung dengan guru juga teman-temannya, mau tak mau harus mengubah pola yang telah turun-temurun dilakukan tersebut. 

Saat ini, para siswa sekolah mesti mengakses materi pembelajaran secara daring. Alternatif lainnya, melalui Lembaga Penyiaran Publik TVRI. Tentu dengan sesekali pertemuan tatap muka terbatas.

Tentu tak mudah mengubah pola belajar para siswa secara mendadak. Banyak alasan yang mendasarinya, mulai dari jaringan serta pemahaman akan internet yang belum merata hingga orang tua yang tak siap menjadi guru bagi anak-anaknya.

Salah satu orang tua siswa, Sumarni (32) mengaku tak bisa selalu mengawasi anaknya belajar. Sehari-harinya, ia harus bekerja sebagai buruh pabrik dan bekerja dengan waktu shift. Ketika sedang masuk pagi, otomatis ia tak bisa mengawasi anaknya belajar sesuai waktunya.

"Kadang berangkat jam 6 pagi dan pulang jam 4 sore. Mau tak mau, kadang (anak) belajarnya malam," kata dia.

Bukan hanya itu, Sumarni pun tak jarang tidak memahami materi yang diberikan guru untuk diajarkan kepada anaknya. Ia khawatir, selama belajar di rumah, materi yang diberikan tak diserap maksimal oleh anaknya. 

"Di satu sisi harus kerja, di satu sisi harus mengawasi anak belajar. Kadang kita gak paham materi yang disampaikan guru untuk anak. Soalnya kita pikirannya banyak, jadi tidak fokus," kata dia.

Orang tua siswa lainnya, Siti Fauziah (33) menilai, sistem pembelajaran pada tahun ajaran baru lebih baik dibanding masa awal pandemi Covid-19 muncul. Ia mengisahkan, pada awal pandemi Covid-19 terjadi, anaknya hanya belajar secara daring. Namun, saat ini terdapat KBM dengan tatap muka, meski terbatas.

"Jadi anak-anak bisa seperti sekolah, Setidaknya rindu sekolahnya terobati dengan bertemu teman dan guru. Belajarnya juga bisa langsung dengan guru meski terbatas," ujar perempuan yang berprofesi sebagai guru PAUD itu.

Menurut dia, pertemuan tatap muka siswa dengan guru adalah hal yang penting. Sebab, orang tua kadang tak benar-benar paham cara menyampaikan materi dari guru kepada anaknya. Berbeda dengan guru yang telah memiliki keahlian mengajar anak-anak. 

Siti mengatakan, orang tua juga sebenarnya ingin anaknya kembali belajar di sekolah. Namun, lantaran Kabupaten Ciamis masih masuk dalam zona kuning, sekolah belum dapat dibuka kembali. 

"Ya kita ikuti saja. Meski seperti ini tidak efektif, karena belajar di luar seperti ini pasti banyak gangguan. Kita juga khawatir materi yang disampaikan tak terserap," kata dia.

Kendati demikian, ia menambahkan, saat ini orang tua harus bisa menjadi guru untuk anak-anaknya. Meski sulit, itu harus dilakukan demi proses pembelajaran anak-anaknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement