Kamis 10 Sep 2020 14:32 WIB

Walkot Bekasi tak Ingin Tiru 100 Persen Kebijakan Anies

Pepen mengatakan, setiap daerah memiliki cara penanganan Covid-19 masing-masing.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Erik Purnama Putra
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen.
Foto: Uji Sukma Medianti
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kota Bekasi belum akan meniru keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, dalam melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total seperti pada Maret lalu.

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengatakan, setiap daerah memiliki cara penanganan Covid-19 masing-masing. “Tentunya tidak sama (dengan DKI Jakarta), setiap daerah punya cara penanganannya masing-masing,” kata Pepen, sapaan akrabnya, di Markas Polres Metro Bekasi Kota, Kamis (10/9).

Pepen mengatakan, sore ini pihaknya akan menggelar rapat teleconference dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Anies, serta para kepala daerah penyangga Jakarta lainnya.

“Kami akan merumuskan dan Senin baru akan dirapatkan kebijakan-kebijakan selanjutnya terhadap penanganan Covid-19 mengantisipasi perkembangan yang terjadi di DKI,” terang Pepen.

Politisi Partai Golkar tersebut mengatakan, setiap daerah punya kelengkapan dan fasilitas penunjang Covid-19 yang berbeda. Baik dari sisi tenaga medis, infrastruktur serta sarana dan prasarana. Selain itu, faktor lain yang jadi pertimbangan adalah kelengkapan dari forum koordinasi pimpinan daerah serta kelengkapan organisasi masyarakat.

Untuk saat ini, menurut Pepen, Pemkot Bekasi telah melakukan penanganan seperti tes cepat, tes usap dan juga pemberlakuan RW siaga. “Kan kalau misalnya DKI, tidak menetapkan RW siaga, tapi pakai istilah karantina wilayah terbatas,” terangnya.

Gubernur DKI Anies Baswedan resmi 'menginjak rem darurat' yang mencabut kebijakan PSBB transisi. Anies memberlakukan kembali PSBB total mulai 14 September mendatang.

Angka rataan kasus positif (positivity rate) Covid-19 di Jakarta adalah 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di bawah angka lima persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement