Jumat 02 Oct 2020 09:57 WIB

Travel Umroh: Kami tak Ingin Buru-Buru Berangkatkan Jamaah

Kabar pembukan umroh ditanggapi dengan hati-hati.

Ratusan Jamaah haji bertawaf di kala haji tahun 2020 mengelilingi Kabah dengan menjaga jarak sosial  di Masjidil Haram di kota suci Muslim Mekah, Arab Saudi, Rabu (29/7/2020).
Foto: AP
Ratusan Jamaah haji bertawaf di kala haji tahun 2020 mengelilingi Kabah dengan menjaga jarak sosial di Masjidil Haram di kota suci Muslim Mekah, Arab Saudi, Rabu (29/7/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengelola travel haji dan umroh Yassinta, Muharom Ahmad, mengatakan, akan bertindak hati-hati dalam menanggapi kabar adanya pembukaan umrah yang dilakukan pada akhir tahun ini akan dilaksanakan. Pasalnya, pemberangkatan jamaah haji dan umrah pada musim pandemi ini bukan hal sepele atau seperti hari biasa sebelumnya.

''Memang ada kabar umroh akan dibuka. Tentu saja kami bahagia mendengarnya. Paling tidak kini Masjidil Haram pada tahap awal mulai dibuka untuk umrah. Tapi sampai ini belum ada kepastian yang baku dari pihak Arab Saudi bagaimana cara dan prosedur jamaah umrah asal Indonesia. Belum ada kabar yang jelas seperti apa aturan bakunya,'' kata Muharom Ahmad, di Jakarta, Jumat (2/10).

Terkait segala kendala itu, lanjut Muharam, pihaknya akan berusaha cermat ketika hendak memberangkatkan jamaah umrah ke Saudi. Dan ini tak akan dilakukan pada waktu dekat.

''Kami terus mencermati keadaan. Kalau pun ada yang mengatakan bulan November dibuka untuk jamaah Indonesia, kami akan baru memberangkatkan sekitar bulan Rajab 2021 atau sekitar bulan Februari dan April tahun depan. Ini juga kalau tidak ada perubahan akibat pandemi Covid-19,'' ujarnya.

 

''Kami yakini umrah pada saat ini juga belum menjadi kebutuhan penting laksana sebelum masa Covid-19. Dan masyarakat juga sadar umrah adalah kebutuhan berikutnya setelah keadaan ekonomi diri dan keluarganya, bahkan tetangganya membaik. Umat Islam pasti sadar bahwa umrah baru akan dilakukan kembali bila sudah membantu tetangganya yang kesusahan ekonomi. Saya tahu persis sikap ini. Umrah bukan kebutuhan primer atau sekunder. Umrah bahkan kebutuhan tersier,'' katanya lagi.

Alhasil, lanjut Miharom, meski umrah dibuka maka yang akan bisa berangkat umrah diperkirakan hanya 5 sampai 7 persen saja bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum Covid-19. umlah ini akan semakin sedikit karena kini umrah sudah ada pembatasan usia, yakni bagi mereka yang berumur 18-16 tahun saja. Penurunan jumlaah ini pasti terjadi karena terjadi krisis ekonomi di masyarakat kita,'' ujarnya.

Pada sisi lain, lanjut Muharom, sikap tak ingin terburu-buru memberanagkatan jamaah umroh ini juga terkait dengan kepastian pelayanan akomodasi selama di tanah suci. Ini terjadi karena semua pekerja yang terkait umrah adalah pekerja asing, misalnya dari sopir, para pegawai hotel, pemandu dan lainnya. Mereka ini baru bisa kembali bekerja di Arab Saudi pada bulan depan, Oktober.

''Nah, saya merasa jelas perlu waktu cukup untuk memastikan segala layanan itu baik dan aman dari pandemi. Kami yakin Arab Saudi pasti akan membelakukannya dengan ketat karena mereka  tak ingin timbul fitnah bahwa umrah menjadi sumber atau klaster baru Covid-19. Untuk itulah kami harus cermat dan berhati-hati kabar pembukaan umroh,'' tegasnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement