Jumat 02 Oct 2020 15:35 WIB

Legislator: RUU Cipta Kerja Permudah Sertifkasi Halal

Pemberian sertifikasi halal dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Muhammad Fakhruddin
Legislator: RUU Cipta Kerja Permudah Sertifkasi Halal. Ilustrasi Omnibus Law Halal
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Legislator: RUU Cipta Kerja Permudah Sertifkasi Halal. Ilustrasi Omnibus Law Halal

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Badan Legsilasi (baleg) DPR M Ali Taher Parasong memastikan RUU Cipta Kerja bakal mempermudah sertifikasi halal. Sebab selain memberikan penyederhanaan dan percepatan proses perizinan usaha di Indonesia, peraturan perundangan ini juga memperluas Lembaga Pemeriksa Halal.

"Berdasarkan omnibus law tersebut pemberian sertifikasi halal dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri. Selain itu pelaku usaha berskala kecil juga mendapatkan kemudahan dengan pembebasan biaya untuk mendapatkan sertifikasi halal. Hal tersebut lantaran sertifikasi UMKM akan ditanggung oleh pemerintah," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/10). 

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengungkapkan berbagai instrumen kemudahan untuk UMKM dalam pemberian sertifikasi halal itu juga sudah melalui banyak proses. Termasuk pendapat dari berbagai elemen mulai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PP Muhammadiyah yang menyampaikan sejumlah poin pikiran terkait RUU Ciptaker itu khususnya di sektor perizinan berusaha bidang keagamaan, yang disebut juga Jaminan Produk Halal (JPH).

PBNU dan Muhammadiyah mendukung desentralisasi sertifikasi halal, atau desentralisasi penetapan kehalalan suatu produk. Tetapi, penetapan halal itu dilakukan oleh lembaga-lembaga kredibel, yang kiprahnya sudah terbukti dan mempunyai kapasitas mengeluarkan pendapat keagamaan. "Memang kemudian timbul pertanyaan. Apakah hal itu tidak membuka peluang adanya ketidakpastian hukum? Tidak sama sekali. Penetapan halal adalah keputusan profesional sebuah lembaga yang tidak bisa dicampuri lembaga yang lain," ujarnya.

Ali menambahkan, pengurusan sertifikasi halal juga tidak akan dilakukan dengan berbelit-belit. Sebab hal tersebut dikhawatirkan akan merepotkan usaha-usaha kecil seperti pedagang gorengan hingga pengusaha warteg. "Itu juga yang menyebabkan adanya afirmasi kepada pengusaha kecil dan mikro yang diperlukan berbeda dengan usaha menengah dan besar," ucapnya.

Menurutnya dalam pengurusan Jaminan Produk Halal (JPH), usaha kecil dan mikro dalam sertifikasi halal cukup dengan membuat pernyataan kehalalan barang yang diproduksi. Dengan begitu saja sudah cukup untuk diberi sertifikat halal.

Dirinya menjelaskan, ketentuan soal halal diatur dalam Pasal 49 RUU Cipta Kerja. Pasal ini berisi revisi atas beberapa pasal di RUU Jaminan Produk Halal (JPH). Di antaranya, menghapus kewenangan tunggal Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menetapkan produk halal.

Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal. Itu tertulis di angka 10, Pasal 49 RUU Ciptaker. Format RUU omnibus law cipta kerja disusun berdasarkan revisi atas 79 UU yang sudah ada. Ada ketentuan UU yang dihapus, diedit, atau ditambahkan dari 79 UU itu di Omnibus Law Cipta Kerja. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement