Rabu 11 Nov 2020 14:28 WIB

Vaksin Covid-19 BioNTech: Eksistensi Warga Turki di Jerman

Vaksin Covid dari BioNTech: suntikan untuk komunitas Turki di Jerman

REPUBLIKA.CO.ID, - Ketika perusahaan bioteknolog BioNTech yang bermarkas di bagian barat Kota Mainz Jerman kini mengumumkan temuan Vaksin Covid-19, ternyata di sana ada peran pasang Jerman asal Turki, Türeci dan Sahin ternyata ada di belakang kegemilangan itu. Pasalnya, memalui temuan vaksin ini maka dipastikan perusahaan tersebut akan menemukan sebuah An der Goldgrube  atau 'tambang emas' baru untuk memenuhi pundi-pundi kekayaannya.

Betapa tidak, saham perusahaan BioNTech langsung melonjak hingga 23,4% pada Senin pagi. Ini setelah vaksin Covid-19 yang dikembangkannya dengan raksasa farmasi AS Pfizer menjadi kandidat pertama di seluruh dunia yang menunjukkan hasil positif dalam uji coba fase 3, tahap pengujian akhir yang penting.

Nilai total saham BioNTech saat ini menadi 21,9 miliar dolar AS (£ 16,6 miliar), lebih dari empat kali lipat dari operator nasional Jerman Lufthansa. Dan ini kemenangan sangat berarti bagi perusahaan yang baru memulai debutnya di pasar saham AS setahun yang lalu.

Perusahaan ini didirikan pada tahun 2008 oleh ilmuwan yang sudah menikah Özlem Türeci dan Ugur Sahin serta ahli onkologi Austria Christoph Huber. Pada awalnya mereka mengembangkan jenis imunoterapi baru untuk melawan kanker, memodifikasi sel T pasien untuk menargetkan antigen khusus kanker.

Nah, ketika berita tentang virus corona pertama kali muncul di awal tahun 2020, BioNTech yang mempekerjakan 1.300 orang, dengan cepat merelokasi sumber dayanya untuk mencari vaksinnya. Sahin, CEO-nya, mengatakan kepada Manajer Jerman Magazin bahwa ketika dia membaca tentang wabah Covid-19 di Wuhan pada Januari, dia memberi tahu istrinya bahwa pada bulan April mereka harus menutup sekolah di tempat tinggalnya.

Sahin mengatakan dalam sebuah wawancara dengan The Guardian pada akhir Oktober bahwa perusahaan tersebut dapat mengembangkan vaksinnya sendiri, tetapi akan berjuang dengan tantangan distribusi. Pfizer, yang telah bekerja sama dengan BioNTech untuk vaksin flu sejak 2018, langsung percaya dan membayar di muka dana  senilai 185 juta dolar AS untuk pengembangan vaksin virus corona. Bahkan berjanji akan merilis dana 563 juta dolar AS lagi ketika pengembangan selesai.

Dan,pencapaian penting hari Senin lalu dari hasil sementara ititu menunjukkan kemanjuran vaksin yang sudah 90% adalah kemenangan untuk metode ilmiah Pfizer dan BioNTech. Vaksin mereka memelopori teknologi yang sama sekali baru yang melibatkan penyuntikan sebagian kode genetik virus untuk melatih sistem kekebalan.

Uniknya, di Jerman sendiri --yakni di negara di mana terjadi perdebatan tentang kesediaan warga Jerman dengan akar Turki untuk berintegrasi ke dalam kehidupan publik -- ternyata tidak pernah jauh dari berita utama selama dekade terakhir. Salah satu contoh konkritnya adalah kisah pendiri BioNTech pada saat ini sangat sangat menonjol.

Türeci dan Sahin adalah anak dari Gastarbeiter Turki atau "pekerja tamu" yang datang ke Jerman pada akhir 1960-an, kembali menjadi alat buktinya. Sahin yang lahir di Turki selatan tetapi pindah ke Cologne saat dia berusia empat tahun dan Türeci, kepala petugas medis perusahaan, lahir di Lower Saxony, membuktikannya. Sumbangsih warga Jerman berakar Turki tak bisa diragukan.

Dalam sejarahnya pasangan itu, yang memiliki kewarganegaraan Jerman dan memiliki seorang putri remaja, pertama kali bertemu di Universitas Saarland di Homburg dan kemudian menikah pada 2002. Dalam sebuah wawancara dengan Süddeutsche Zeitung, Türeci mengatakan dia dan suaminya memulai hari pernikahan mereka dengan jas lab dan melanjutkan penelitian mereka. Ini dilakukan setelah lari singkat ke kantor catatan sipil untuk mendaftarkan perkawinan.

Surat kabar Berlin Tagesspiegel menulis bahwa kesuksesan mereka adalah "balsem bagi jiwa" orang Jerman dengan akar . Ini membantah tuduhan pejoratis dari orang Jerman kepada warganya yang mempunyai keturunan Turki yang telah telah puluhan tahun distereotipkan sebagai pedagang sayur dan berpendidikan rendah.

Tudingan merendahkan bahwa warga Jerman keturunan Turki adalah warga kelas dua Jerman hingga tahun 2020 memang terbukti ada. Ini misalnya ditandai dalam ajang peringatan 10 tahun penerbitan buku bertajuk Germany Does Away With Itself. Buku ini berkisah mengenai seorang mantan pejabat pemerintah yang berpendapat bahwa para migran Turki telah membodohi standar pendidikan di negara itu.

Dan semua tudingan dalam buku itu lewat penemuan vaksin COvid-19 oleh Özlem Türeci dan Ugur Sahin terbantahkan dengan sangat nyata. Warga Jerman keturunan Turki ternyata andal dan mampu beradaptasi atau melebur dengan warga asli Jerman. Dan bila ada yang masih percaya bahwa warga Jerman asli itu segala-galanya, itu jelas pikiran rasis ala zaman Hitler.

 

sumber : The Guardian
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement