Rawasheen membantu mereka mengurangi konsumsi energi untuk mendinginkan bagian dalam gedung. Rawasheen berfungsi sebagai jendela panorama bagi para ibu untuk mengawasi anak-anak mereka di jalanan dengan tetap menjaga privasi.
Mereka juga merupakan 'media sosial' pada zaman itu yang memungkinkan orang berkomunikasi dengan lingkungannya. Jendela bergaya ini juga digunakan sebagai portal perdagangan karena orang bisa menjuntai keranjang yang diikat dengan tali untuk membeli barang dari pedagang kaki lima di luar.
Rawasheen menjadi destinasi wisata baru bagi pengunjung dari latar belakang budaya berbeda. Peneliti sejarah Dr Samir Barqah menjelaskan, biasanya terdapat mashrabiya di depan Rawasheen. Tujuannya, untuk mendinginkan rumah dengan lubang di dalamnya yang memungkinkan udara segar masuk ke dalam ruangan rumah.
Pada saat itu tukang kayu biasa mengukir nama mereka di pintu, beberapa di antaranya berusia berabad-abad. Pintu kayu juga diukir dengan pola dan bentuk arsitektur Islam, seperti bintang berujung lima yang melambangkan lima rukun Islam atau bintang berujung delapan biasanya ditempatkan di dasar kubah di atas tempat duduk seorang penguasa atau orang yang berkuasa.
Bisa juga bintang berujung 12 yang mewakili bulan dalam setahun dan bulan sabit yang digunakan untuk menentukan arah kiblat.