Secara rinci, meminjam teori dan instrumen FICA Spiritual History Tool yang dikembangkan Puchalski (1996), sejumlah temuan atas pertanyaan dalam survei ini adalah sebagai berikut:
- Kebanyakan responden sangat setuju dan setuju (55,1%), merasa Covid memengaruhi keyakinan/praktik keberagamaan.
- Sebanyak 61.6% responden merasa bahwa pandemi Covid yang berlangsung lama mendorong mereka menemukan makna hidup.
- Mayoritas responden (81%) merasa semakin relijius (taat beragama) sejak mengalami/menjalani pandemi Covid-19.
- Mayoritas responden (97%) merasa keyakinan/keberagamaan mereka membantu (secara psikologis) mereka menghadapi Covid dan dampaknya.
- Sebanyak 86,7% responden berupaya terhubung dengan (mencari support dari) pemuka agama dan komunitas agama mereka.
- Selama menjalani pandemi, mayoritas responden (89,4%) merasa mendapat dukungan mental-spiritual (ada support system) dari pemuka agama dan komunitas agamanya.
- Saat isolasi/menyendiri, ragam aktivitas dilakukan. Sebanyak 56,3% mendengar/membaca kitab suci, 47,2% mendengar ceramah, dan 42,8% dzikir/meditasi. Sedikit sekali yang konsultasi-psikologis khusus. Hanya 22,1% responden yang mengaku pernah mendapat konseling psikologis-keagamaan, selama menjalani pandemi ini.