Rabu 18 Aug 2021 18:55 WIB

Beda Pandangan Barat dan Islam tentang Manusia  

Islam memandang manusia sebagai khaluk jasmana dan rohani

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, — Sejak dahulu kala, banyak pemikir mengajukan beragam interpretasi mengenai manusia. Salah satu tafsiran yang paling sering dijumpai ialah, semua insan terdiri atas jiwa dan raga.

Filsuf Yunani Kuno, Plato, termasuk yang paling awal mengajukan konsep dualisme tersebut. 

Baca Juga

Tokoh yang hidup pada abad keempat sebelum Masehi (SM) itu memandang, jiwa dan raga bergabung dalam persekutuan yang tidak bahagia. 

Raga diibaratkannya sebagai penjara, sementara jiwa mendamba untuk kembali ke asalnya. Jiwa bersifat abadi dan transenden serta memiliki pengetahuan bawaan (idea) sejak lahir. Adapun jasad selalu temporal dan profan. 

Murid Plato, Aristoteles, menekankan keunikan jiwa manusia dibandingkan makhluk-makhluk hidup lainnya. Tanaman hanya memiliki jiwa nutrisi, sedangkan binatang berjiwa nutrisi sekaligus persepsi. 

Manusia tidak hanya mempunyai jiwa keduanya, melainkan juga pikiran. Bahkan, menurut Aristoteles, esensi jiwa manusia adalah penalaran. Karena itulah, guru Aleksander Agung itu mendefinisikan manusia sebagai hewan yang berpikir (animal rationale). 

Para pemikir Barat abad modern pun tidak kurang antusiasnya dalam merumuskan pengertian tentang manusia. Sebagai contoh, Karl Marx (1818-1883) yang menilai manusia hanya dikendalikan aspek kebendaan (materiil). 

Di samping itu, dia menekankan, esensi manusia adalah totalitas hubungan sosial mereka. Maka dari itu, kesadaran manusia dibentuk oleh keadaan sosialnya; bukan sebaliknya. Lebih khusus lagi, kondisi produksi-material atau ekonomilah yang menentukan kesadaran manusia di se panjang sejarah. 

Pemikir Barat lainnya, Sigmund Freud (1856- 1939), berpendapat, manusia merupakan suatu sistem yang terisolasi dan didorong oleh dua impuls, yakni insting untuk bertahan hidup dan merasakan kenikmatan. 

Untuk mewujudkan kedua dorongan tersebut, manusia menggunakan tiga struktur kepribadian dalam dirinya, yakni id, ego, dan superego. Dari ketiganya, id menjadi sumber tingkah laku manusia. 

Tujuannya adalah meraih kepuasan dengan cara menghilangkan atau mengurangi ketegangan-ketegangan yang ada. Pada tubuh manusia, sumber ketegangan itu dilokalisasi dalam zona-zona yang membangkitkan hasrat seksual (erogenous), salah satunya adalah alat kelamin. 

Dari penjelasan di atas, tampak bahwa pemikiran Barat sejak zaman kuno mengenai manusia bersandar pada konsep dualisme, yakni sekurang-kurangnya antara jiwa dan raga. Namun, gagasan itu pada akhirnya dijelaskan dengan paradigma sekulerisme belaka. 

Alhasil, pembicaraan tentang Tuhan tidak dianggap relevan untuk mendiskusikan tentang apa itu dan bagaimana menjadi manusia. Marx, misalnya, bersikukuh mempertahankan materialisme sehingga menolak signifikansi ide. Baginya, manusia-lah yang menciptakan Tuhan; bukan sebaliknya. Adapun Freud menganggap, agama sebagai bentuk gangguan jiwa. 

Sementara itu, Islam menyajikan definisi yang tuntas tentang manusia. Seluruh insan diciptakan dengan tujuan utama, yakni menyembah hanya kepada Allah SWT (QS Az Zariyat 56). 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”  

Alquran sebagai sumber ajaran agama ini menyebutkan manusia dengan terminologi yang berbeda-beda. Istilah basyar disebut 35 kali dalam bentuk mufrad dan sekali dalam bentuk mutsanna. Sebutan al ins sebanyak 18 kali. Al Insan, 65 kali. An Nas, 240 kali. Bani Adam, tujuh kali. Terakhir, zuriyah Adam sebanyak satu kali.   

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement