Kamis 09 Sep 2021 13:16 WIB

AS Belum Ada Rencana Mengakui Pemerintahan Afghanistan

Taliban mengumumkan pemerintahan sementara di Afghanistan

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
 Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid berbicara selama konferensi pers di Kabul, Afghanistan Selasa, 7 September 2021. Taliban pada hari Selasa mengumumkan kabinet sementara yang diisi dengan veteran dari pemerintahan keras mereka di akhir 1990-an dan pertempuran 20 tahun berikutnya melawan AS- memimpin koalisi dan sekutu pemerintah Afghanistan.
Foto: AP/Muhammad Farooq
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid berbicara selama konferensi pers di Kabul, Afghanistan Selasa, 7 September 2021. Taliban pada hari Selasa mengumumkan kabinet sementara yang diisi dengan veteran dari pemerintahan keras mereka di akhir 1990-an dan pertempuran 20 tahun berikutnya melawan AS- memimpin koalisi dan sekutu pemerintah Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden belum menyampaikan rencana apa pun untuk mengakui pemerintahan baru Taliban, Rabu (8/9). 

"Tidak seorang pun di pemerintahan ini, atau Presiden, atau siapa pun di tim keamanan nasional akan menyarankan bahwa Taliban dihormati dan dihargai sebagai anggota komunitas global," kata Psaki di sebuah konferensi pers dikutip dari Sputniknews.

Baca Juga

"Ini adalah kabinet sementara yang mencakup empat mantan milisi Taliban yang dipenjara. Kami belum menyampaikan akan kami akui," kata Psaki.

Pada saat yang sama, Psaki mencatat bahwa pemerintah AS terus bekerja dengan Taliban untuk mengevakuasi warga negara yang tersisa, penduduk tetap, dan pemohon Visa Imigran Khusus keluar dari Afghanistan. Keputusan itu mempertimbangkan dengan kondisi kelompok tersebut mengawasi dan mengendalikan negara tersebut.

Setelah merebut sisa-sisa perlawanan terakhir di provinsi Panjshir, Taliban mengumumkan berakhirnya perang dan meluncurkan pemerintah sementara Afghanistan. Pejabat yang mengisi posisi perdana menteri hingga pendukungnya seluruhnya oleh laki-laki. Pemerintahan dipimpin oleh Mullah Hasan Akhund yang telah berada di bawah sanksi PBB sejak 2001. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement