Selasa 21 Sep 2021 01:00 WIB

Menelusuri Puncak Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam

Sains, mulai dari matematika, astronomi hingga kedokteran, berkembang di dunia Islam

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Baitul Hikmah era modern di Baghdad, Irak.
Foto:

Sonja Brentjes mengatakan, kehadiran tulisan ilmiah, penemuan, atau artefak, dan ilmu-ilmu misterius yang sulit dikenali sebagai pengetahuan saat ini. Saat itu, para ilmuwan kelas dunia juga melakukan penelitian di bidang-bidang tersebut.

Misalnya Tsabit bin Qurra yang di Eropa dikenal dengan Thebit. Dia lahir di Harran pada 826 dan meninggal di Baghdad pada 901. Ia adalah matematikawan, astronom, astrolog, fisikawan, medis, dan filsuf.

Selain Tsabit, ada lagi ilmuwan Muslim bernama Ibnu Sina, yang dikenal di dunia Barat dengan nama latin Avicenna. Ia lahir tidak lama sebelum tahun 980 di Bukhara di tempat yang sekarang disebut Uzbekistan, dan meninggal pada tahun 1037 di Hamadan di Iran barat. Dokter, ilmuwan, filsuf, penyair, pengacara, matematikawan, astronom, alkemis, ahli teori musik, dan politisi. Ia menulis karya-karyanya dalam bahasa Arab dan Persia.

Ortman menilai, Ibnu Sina adalah tokoh yang sangat penting dalam filsafat, tetapi dia juga menulis literatur medis. Ini termasuk, misalnya, Alkhanun, The Canon of Medicine, sebuah buku yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan juga dalam pelatihan medis. Karya itu memainkan peran di abad ke-17 dan merupakan pandangan kedokteran yang sangat terstruktur.

Avicenna dikenal dari novel “The Medicus” yang menggambarkan karyanya dalam bentuk fiksi. Namun Eva Ortmann dan Sonya Prentjes menyesalkan ilmuwan-ilmuwan Muslim itu masih menghadapi stereotip. Banyak cendekiawan adalah seorang Muslim namun tampak penelitian ilmiah mereka tampak tidak begitu penting dan tidak benar-benar memainkan peran sentral dalam aktivitas sehari-hari orang-orang kala itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement