Rabu 22 Sep 2021 16:07 WIB

Serangan di Burundi Tewaskan Lima Jiwa dan Lukai 50 Orang

Rangkaian serangan di Burundi menewaskan sekurangnya lima orang

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Rangkaian serangan di Burundi menewaskan sekurangnya lima orang. (ilustrasi)
Foto: EPA/Dai Kurokawa
Rangkaian serangan di Burundi menewaskan sekurangnya lima orang. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GITEGA - Rangkaian serangan di Burundi menewaskan sekurangnya lima jiwa dan melukai 50 orang pada Senin (20/9) malam waktu setempat. Kementerian Dalam Negeri negara Afrika Timur itu mengatakan teroris tak dikenal bertanggung jawab atas ledakan yang terjadi di kota terbesarnya, Bujumbura.

Hingga berita ini dimuat oleh Reuters, belum ada pihak mana pun yang mengaku bertanggung jawab atas serangan granat tersebut. Menurut tujuh orang saksi, dua ledakan granat menghantam tempat parkir bus di pusat kota, sementara ledakan ketiga menghantam pasar Jabe di lingkungan Bwiza.

Baca Juga

"Lima orang tewas dan sekitar 50 orang terluka," kata seorang petugas kesehatan yang membantu merawat yang terluka pada Selasa (21/9) waktu setempat. Saksi dan petugas kesehatan meminta identitasnya ditunjukkan.

Seorang pria di dalam bus yang terkena ledakan granat di kakinya mengatakan ledakan itu menewaskan sedikitnya tiga orang termasuk seorang wanita dalam bus. "Saya melihat orang-orang berlarian ke segala arah, beberapa merangkak untuk mencari perlindungan," kata seorang saksi mata ledakan kedua di tempat parkir bus.

Selama kunjungan ke korban luka di rumah sakit, Perdana Menteri Burundi Alain-Guillaume Bunyoni menyebut serangan itu telah menewaskan dua orang. Dia menjanjikan bantuan pemerintah bagi mereka yang terluka.

Pada Ahad sebelumnya, serangan granat di ibu kota administratif Gitega juga dilaporkan menewaskan dua orang. Hingga kini juga belum jelas siapa berada di balik serangan itu.

Seorang pekerja bandara mengonfirmasi telah terjadi serangan di bandara Bujumbura pada Sabtu. Dia menolak mengatakan senjata apa yang digunakan dan mengatakan bangunan itu tidak rusak.

Kelompok pemberontak yang berbasis di Kongo, Red Tabara, mengaku bertanggung jawab atas serangan bandara dalam sebuah pernyataan di Twitter. Pihaknya mengatakan telah menembakkan mortir ketika presiden bersiap untuk melakukan perjalanan ke Majelis Umum PBB di New York.

Red Tabara dibentuk pada 2011 dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah. Menurut mereka pemerintah tidak menghormati aturan hukum. Human Rights Watch dalam sebuah laporan pada Jumat pekan lalu mengatakan warga Burundi yang dituduh memiliki hubungan dengan pemberontak yang berbasis di Kongo telah disiksa dan kemungkinan besar hilang.

Jasad tak dikenal telah ditemukan di sungai yang memisahkan Burundi dan Kongo dalam beberapa bulan terakhir. Burundi, negara berpenduduk sekitar 11,5 juta orang, telah menderita puluhan tahun perang dan pertumpahan darah etnis dan politik. PBB mengatakan sayap pemuda dari partai yang berkuasa dan dinas keamanan terlibat dalam penyiksaan, pemerkosaan beramai-ramai, dan pembunuhan lawan politik tapi tuduhan itu dibantah pemerintah.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement