“Saya dibesarkan sebagai seorang Kristen yang baik, dalam keluarga yang mementingkan agama dan tidak pernah melewatkan kebaktian hari Ahad. Atas keinginan nenek saya, saya bergabung dengan sekolah Katolik dan ditahbiskan. Saya selalu diajari tentang Tuhan dan Yesus, namun tidak satu pun dari apa yang saya pelajari masuk akal," ujarnya.
Ia mengaku percaya pada keberadaan Tuhan, tetapi merasa ada sesuatu yang salah. Selama ini, ia mengajar agama, tetapi apa yang ia ajarkan tidak masuk akal. Fenter menyebut menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pencarian.
Ketika ia terlalu banyak mempertanyakan apa yang ia ajarkan, ia pun memutuskan untuk berhenti mengajar agama. Ia berganti mengajar musik, tetapi hatinya masih kosong.
Kemudian, ia bertemu dengan Esin elebi di sebuah rumah tempat berkumpulnya para sufi pengikut ajaran Rumi. Mereka berbicara melalui seorang penerjemah dan ia menyukai apa yang dijelaskan.
Fenter mengatakan ia merasa seperti berada di dasar lautan, tetapi tidak dapat menemukan harta karun yang saya cari. Esin elebi pun mengatakan ia bisa menemukannya dan mengundangnya ke Konya.