Sabtu 02 Oct 2021 21:28 WIB

Pesantren Punya Peran Besar Dukung Industri Makanan Halal

Pengembangan pesantren sebagai sebuah entitas usaha harus terus mendapatkan dukungan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Usaha pertanian yang diterapkan Pesantren Al-Ittifaq, Bandung, Jawa Barat.
Foto: Dok Prisma
Usaha pertanian yang diterapkan Pesantren Al-Ittifaq, Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan pondok pesantren yang tersebar di berbagai wilayah memiliki peran besar dalam mendukung pengembangan industri makanan halal. Sektor pertanian yang dekat dengan kehidupan pesantren menjadi salah satu jembatan untuk menjadikan pesantren sebagai produsen produk halal.

CEO Kopontren Al-Ittifaq, Agus Setia Irawan, menuturkan, jumlah pondok pesantren yang mencapai 29 ribu menyimpan potensi besar untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Al-Ittifaq saat ini bergerak di sektor pertanian dan ini bersentuhan langsung dengan UMKM di daerah.

Baca Juga

"Makanya kemandirian pesantren ini memberikan stimulasi untuk memaksimalkan potensi yang ada," kata Agus dalam Muhadastah Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah, Sabtu (2/10).

Meski demikian, ia mengungkapkan, pesantren saat ini memiiki kendala klasik. Yakni soal distribusi modal, kebijakan yang mendorong kemandirian pesantren, serta keberpihakan pemerintah terhadap kemajuan usaha di pesantren.

 

Kendala lain yang dihadapi soal kemampuan dari segi logistik makanan halal, terutama sistem rantai dingin. Ia mencontohkan, negara lain seperti Thailand yang saat ini menjadi salah satu produsen besar dalam produk makanan halal mampu berkembang pesat karena punya rantai dingin yang mumpuni.

Selain itu, ia mengakui, tantangan lain yakni soal para pelaku kepentingan di dunia pondok pesantren yang belum seluruhnya bisa menerima pesantren untuk menjadi lembaga ekonomi. "Meskipun itu suatu kenyataan dan sangat baik bagi pesantren," kata Agus.

Meski masih banyak tantangan klasik yang dihadapi, Agus menilai pengembangan pesantren sebagai sebuah entitas usaha harus terus mendapatkan dukungan. Setidaknya, strategi pengembangan bisnis harus lebih inovatif yang sesuai dengan kebutuhan zaman.

Strategi pola lama biasanya akan langsung menentukan produk, baru melakukan produksi, dan masuk ke pasar bebas. Pada strategi yang baru, pola pengembangan akan didahului dengan riset pasar, baru proses produksi dan masuk ke pasar bebas.

Adapun strategi ke depan yang harus mulai dipersiapkan menurut Agus juga akan berubah. "Ke depan harus dilakukan dengan riset pasar, baru melakukan penetrasi pasar secara mendalam dengan pemanfaatan teknologi digital dari hulu ke hilir dan didukung dengan sistem pemasaran digital. Jadi ke depan harus based on market," kata Agus.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement