Rabu 06 Oct 2021 16:06 WIB

Kiai Miftah, Ulama Tawadhu dari Tegal (I)

Pada zaman revolusi, Kiai Miftah terkenal dengan julukan komandan santri.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Pekerja melintas di depan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di lingkungan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu (15/2/2020).
Foto:

Setelah dua tahun belajar di Pekalongan, pemuda ini kemudian melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat.

Dari sana, Miftah meneruskan rihlah keilmuannya ke Pondok Pesantren Watu Congol, Magelang, yang diasuh oleh Mbah Dalhar. Setelah itu, barulah ia memantapkan hatinya untuk belajar ke Pondok Pesantren Hidayatul Mutadiin Lirboyo, Kediri. 

Pada waktu itu, pengasuh Pesantren Lirboyo adalah KH Abdul Karim atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Manab. Miftah belajar di pesantren tersebut kurang lebih 21 tahun lamanya. Ia dikenal sebagai seorang santri yang cerdas, tetapi selalu tawaduk.

Pantang baginya untuk bersikap sombong atau merasa lebih alim daripada yang lain. Selama menjadi santri, dirinya selalu menaati perintah kiainya. Karena itu, ia pun menjadi santri kesayangan Mbah Manab dan panutan seluruh santri Tegal di Lirboyo. 

 

Layaknya santri yang sudah lama di pesantren, Kiai Miftah menjadi tempat mengaji para santri junior yang ingin menambah ilmu di Lirboyo. Ia mengajar mereka di kamarnya sendiri, alih-alih di masjid. Semua itu karena dirinya ingin selalu rendah hati di lingkungan pesantren.

Saat di Lirboyo, Kiai Miftah muda memang mendapat kepercayaan dari gurunya. Ia pun diberikan izin khusus oleh pengasuh untuk mengajar di pesantren. Padahal, persyaratan seorang santri untuk bisa mengajar saat itu sangatlah berat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement