Selasa 12 Oct 2021 19:32 WIB

Penerapan Mahram Bagi Orang Tua Asuh

Persoalan mahram kerap dirasakan dalam interaksi orang tua dan anak asuh.

Penerapan Mahram Bagi Orang Tua Asuh
Foto: ANTARA/Bayu Pratama S
Penerapan Mahram Bagi Orang Tua Asuh

REPUBLIKA.CO.ID, 

Pertanyaan:

Baca Juga

Bagaimanakah praktik penerapan hubungan mahram antara orang tua asuh dengan anak asuhnya, khususnya yang tidak memiliki hubungan darah?

Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah (disidangkan pada Kamis, 13 Rajab 1442 H / 25 Februari 2021 M)

Jawaban:

Interaksi sehari-hari antara orang tua asuh terhadap anak asuhnya yang tidak memiliki hubungan darah menjadi satu persoalan yang kerap dirasakan, utamanya ketika diperhadapkan dengan aturan mahram dalam Islam. Contoh kasus, jika seorang ayah yang mengangkat anak asuh seorang perempuan, lalu tiba masa anak perempuan itu telah baligh, maka bagaimana seharusnya sikap ayah kepada anak asuhnya itu?

Seperti apa batasan-batasan interaksinya? Serta beberapa persoalan lain yang dapat timbul dan tidak jarang ditanyakan.

Berdasarkan hal itu, perlu kiranya dibuat tuntunan yang mengurai tentang mahram dan hal-hal apa saja yang menyebabkan hubungan mahram terjadi, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang solusi bagi anak asuh yang sama sekali tidak mempunyai hubungan mahram.

Konsep Mahram

Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Dari definisi di atas, dapat diketahui bahwa hubungan mahram dapat terjadi karena tiga sebab, yaitu keturunan, susuan, dan perkawinan.

Mahram Sebab Keturunan

Orang-orang yang termasuk mahram sebab keturunan ada tujuh, sebagaimana firman Allah:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا [النساء (4): 23].

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [Q.S. an-Nisā (4): 23].

Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang-orang yang termasuk mahram, yaitu yang tidak boleh dinikahi dengan sebab keturunan ada tujuh golongan, yaitu: a. Ibu; b. Anak perempuan; c. Saudara perempuan; d. Saudara perempuan ayah (bibi); e. Saudara perempuan ibu (bibi); f. Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan); dan g. Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan).

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement