Hawa dingin musim dingin mulai masuk ke permukiman para pengungsi. Di pemukiman yang lain, Gul Bibi mengonfirmasi banyak keluarga di kamp pengungsi yang harus melakukan pernikahan dini.
Putrinya Asho yang baru berusia delapan atau sembilan tahun sudah dijodohkan dengan laki-laki berusia 23 tahun putra keluarga yang ia utangi. Pria itu tinggal jauh dekat Iran dan Gul Bibi takut apabila ia pulang.
"Kami tahu ini tidak benar, tapi kami tidak memiliki pilihan lain," kata Hayatullah yang mendengar cerita sedih Gul Bibi.
Penghuni kamp pengungsian di Qala-i-Naw yang lain, Mohammad Assan, menyeka air matanya saat memperlihatkan foto dua putrinya. Siana yang berusia 9 tahun dan Edi Gul yang berusia 6 tahun kini tinggal bersama keluarga calon suami mereka.
"Kami tidak pernah melihat mereka sejak itu. Kami tidak ingin melakukannya, kami harus memberi makan anak-anak kami yang lain," katanya.
Seperti kebanyakan keluarga Afghanistan lainnya, keluarga Assan termasuk tinggal di kamp pengungsian sementara saat pasukan pemerintah berperang melawan Taliban yang akhirnya dimenangkan kelompok milisi itu setelah Amerika menarik mundur pasukannya.
"Putri-putri saya tentu lebih baik di sana, dengan makanan untuk dimakan," kata Assan menghibur diri.
Istrinya sedang sakit dan ia harus membayar tagihan rumah sakit sehingga ia mulai mencari calon pelamar bagi putrinya yang berusia empat tahun. "Selama beberapa hari saya menjadi gila. Saya meninggalkan tenda dan saya tidak tahu saya pergi ke mana," kata istri Assan, Dad Gul.
Duka para ibu berkepanjangan dan terbuka. Keputusan sulit untuk menawarkan anak, waktu berbulan-bulan atau bertahun tahun sebelum mereka pergi, dan rasa sakit karena perpisahan.
Seorang janda bernama Rabia yang berusia 43 tahun sudah melakukan semua yang dapat yang ia lakukan untuk menunda kepergian putrinya. Ia memohon pada keluarga calon mempelai putrinya Habibeh yang berusia 12 tahun memberinya waktu satu tahun lagi. "Saya ingin di sini bersama ibu saya," bisik anak kurus itu.