Ahad 14 Nov 2021 06:03 WIB

Kepala WHO: Ketidakadilan Vaksin adalah Skandal

Di Afrika, hanya 6 persen dari populasinya yang divaksinasi penuh.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang anggota tim vaksinasi di panti jompo memegang satu dosis vaksin Covid-19 di Berlin, Jerman, pada Minggu, 27 Desember 2020. Pengiriman pertama vaksin virus corona yang dikembangkan oleh BioNTech dan Pfizer telah tiba di seluruh Uni Eropa. , pihak berwenang mulai memvaksinasi orang yang paling rentan dalam upaya terkoordinasi pada hari Minggu.
Foto: AP/Kay Nietfeld/DPA
Seorang anggota tim vaksinasi di panti jompo memegang satu dosis vaksin Covid-19 di Berlin, Jerman, pada Minggu, 27 Desember 2020. Pengiriman pertama vaksin virus corona yang dikembangkan oleh BioNTech dan Pfizer telah tiba di seluruh Uni Eropa. , pihak berwenang mulai memvaksinasi orang yang paling rentan dalam upaya terkoordinasi pada hari Minggu.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan ketidakadilan dalam distribusi dan akses vaksin virus Corona di seluruh dunia adalah skandal yang harus dihentikan. Saat ini, terjadi kesenjangan besar atas distribusi vaksin antara negara kaya dan miskin.

"Setiap hari, ada enam kali lebih banyak booster yang diberikan secara global daripada dosis utama di negara-negara berpenghasilan rendah," kata Ghebreyesus dikutip dari Anadolu Agency.

Baca Juga

Badan kesehatan PBB ingin memvaksinasi 40 persen dari populasi di setiap negara pada akhir 2021. Namun, WHO mengatakan, perlu tambahan 550 juta dosis untuk memenuhi target tersebut.

Menurut data WHO terbaru, kesenjangan global paling jelas terlihat di Afrika. Hanya 6 persen  dari populasinya yang divaksinasi penuh. Lembaga ini juga sedang berjuang dengan krisis Covid-19 baru di Eropa.

Gelombang penyebaran di Eropa menyumbang hampir 2 juta kasus baru dalam seminggu terakhir. Jumlah itu terbesar dalam satu minggu di benua itu sejak awal pandemi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement