Senin 15 Nov 2021 08:43 WIB

'Guru PAI Berperan Bumikan Moderasi Beragama di Sekolah'

Guru PAI nantinya akan didaulat menjadi Duta Moderasi Beragama Nasional

Kegiatan Diseminasi dan Workshop Moderasi Beragama kepada para Guru PAI yang digelar Direktorat PAI Dirjen Pendis Kemenag RI bekerja sama dengan Yayasan AZ Membangun Indonesia Berdaya di Kota Bekasi pada 10-12 November 2021 lalu.
Foto: dokpri
Kegiatan Diseminasi dan Workshop Moderasi Beragama kepada para Guru PAI yang digelar Direktorat PAI Dirjen Pendis Kemenag RI bekerja sama dengan Yayasan AZ Membangun Indonesia Berdaya di Kota Bekasi pada 10-12 November 2021 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemahaman moderasi beragama harus dideseminasikan secara kaffah serta harus saling terkait antara agama dengan negara. Peran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dinilai penting dalam penguatan dan pembumian nilai moderasi beragama di sekolah yang lebih inklusif.

"Agar dapat terwujud ekosistem moderasi beragama sesuai dengan agenda nasional dan rencana strategis Kemenag RI," ungkap Ketua PP Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Aris Adi Laksono dalam kegiatan Diseminasi dan Workshop Moderasi Beragama kepada para Guru PAI yang digelar Direktorat PAI Dirjen Pendis Kemenag RI bekerja sama dengan Yayasan AZ Membangun Indonesia Berdaya di Kota Bekasi pada 10-12 November 2021 lalu.

Sasaran kegiatan, yaitu para guru PAI, nantinya akan didaulat menjadi Duta Moderasi Beragama Nasional. Penutupan kegiatan pelatihan tersebut diselenggarakan secara panelis, Jumat (12/11). 

"Selain sembilan nilai yang tertuang dalam konsep mederasi beragama, adapun prinsip dasar moderasi beragama yaitu teologis, ritual dan sosial. Saat ini, isu radikalisme, intoleransi, terorisme dan separatisme muncul akibat masalah ketidakadilan, perubahan ekonomi, pemahaman agama dan ancaman sosial, maka dari itu diperlukan pendekatan secara normatif dan interpretatif (anthropologic)," kata Ketua Dewan Pembina Yayasan AZ Membangun Indonesia Berdaya sekaligus CEO Gurumerdeka.id, Ardhariksa Zukhruf Kurniullah, dalam siaran pers, Senin (15/11). 

Adapun materi yang disampaikan oleh narasumber lainnya Rohman Hidayatul Atthoriq yaitu Peta Moderasi Beragama di Sekolah dinyatakan agama mestinya sebagai sumber untuk peningkatan peradaban, bukan sebagai identitas kelompok sosial. "Sehingga kehadiran agama yang berbeda-beda, tidak dimaknai sebagai ancaman antar kelompok keagamaan itu sendiri," kata Atthoriq yang juga mahasiswa Doktor Manajemen Pendidikan tersebut.

Implementasi Nilai Moderasi beragama dalam perspektif teologis, sosiologis dan budaya juga disampaikan oleh Mega Satria Nurul Falah yang mengungkapkan bahwa kehadiran agama yang berbeda-beda itu semestinya mengintegrasikan. "Bukan malah dijadikan perbedaan sosial dan sumber kekerasan," ungkap Kandidat Doktor Khartoum International Institute Sudan itu.

Materi terakhir yaitu bagaimana tantangan dan masa depan nilai kebangsaan dan moderasi beragama di era 5.0 oleh Abdul Aziz Nawawi. "Generasi muda harus siap menghadapi degradasi akhlak, moral, dan budi pekerti dan generasi muda harus siap menghadapi dinamika dan tantangan era global," kata Aziz yang juga ketua umum Santri Mendunia tersebut.

Indonesia saat ini mengalami banyak kasus proxy war. Peristiwa terbaru yakni adanya upaya polarisasi pembenturan antara nasionalisme dengan agama. "Namun sejatinya nilai dalam agama dan nasionalisme saling mengisi dan melengkapi," ungkap Ketua Pengurus Yayasan AZ Membangun Indonesia, Yani Rahman, yang sekaligus menutup kegiatan diseminasi dan workshop Moderasi Beragama Kemenag pada pengujung 2021 ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement