Senin 15 Nov 2021 12:59 WIB

Zakat, Infak, dan Sedekah Diprediksi Meningkat pada 2022  

Potensi zakat di Indonesia bisa mencapai Rp320 triliun per tahun.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Zakat Fitrah
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Ilustrasi Zakat Fitrah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penghimpunan zakat, infak, sedekah (ZIS) diprediksikan akan mengalami peningkatan di sejumlah lembaga Zakat pada 2022 mendatang. 

Tidak hanya itu, menurut dia, pemberdayaan zakat juga akan semakin kuat dalam meningkatkan kesejahteraan umat.

Baca Juga

“Tahun 2022 penghimpunan melalui lembaga akan bertambah, dan pendayagunaan ke arah pemberdayaan juga semakin kuat,” ujar pengamat zakat UIN Syarif Hidayatullah, Dr Amelia Fauzia kepada Republika.co.id, Senin (14/11).

Menurut dia, penghimpunan dan pemberdayaan zakat akan meningkat seiring dengan maraknya program studi zakat dan wakaf di perguruan tinggi. 

 

Saat ini, kata dia, juga sudah mulai ada kesadaran untuk melakukan program Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

“Hal ini karena mulai ada kesadaran untuk SDGs dan maraknya program studi zakat wakaf di perguruan tinggi yang mendorong ke arah pemberdayaan dan pembangunan. Lembaga filantropi Islam yang berbasis di perguruan tinggi Islam juga bertambah banyak,” ucapnya.

Dia mengatakan, pada 2022 posisi filantropi Islam juga akan semakin penting dan 'dianggap'. Karena, menurut dia, fenomena islamisasi dan kelas menengah Muslim sudah semakin berkembang dan kuat. 

“Agensi internasional dunia juga sudah mengakui potensi keuangan sosial Islam ini. Pemerintah melalui Bappenas juga sudah mendorong pelaporan lembaga filantropi masuk sebagai laporan SDGs nasional,” katanya.

Namun, menurut dia, ada beberapa hal yang perlu diperbarui filantropi Islam di Indonesia, khususnya terkait dengan program-programnya.

“Yang perlu diupgrade adalah program-program karitatifnya agar ditransformasi jadi lebih pada jangka panjang dan inklusif termasuk pada isu-isu seperti lingkungan, perempuan, dan demokrasi,” jelas Amelia.

Selain itu, lanjut dia, kesadaran masyarakat juga perlu lebih dibangun untuk menyalurkan derma melalui lembaga. 

“Lembaga filantropi perlu investasi untuk melakukan edukasi masyrakat. Penguatan etika derma termasuk dalam fundraising juga perlu dipikirkan lembaga dan pemerintah,” ujarnya.

Dia pun menyarankan kepada lembaga filantropi Islam di Indonesia untuk melakukan inovasi dalam program sociopreneurship dan wakaf produktif. Karena, menurut dia, sociopreneurship itu sejalan dengan perkembangan dunia bisnis.

“Dan ini sangat memungkinkan bagi lembaga-lembaga filantropi di semua level untuk melakukan usaha bisnis sosial. Selain itu, pemerintah juga mendorong upaya-upaya entrepreneurship dengan serius,” ucapnya.

Sedangkan wakaf produktif, menurut dia, saat ini sudah mulai dilirik di lembaga-lembaga filantropi karena fleksibilitasnya. 

“Memang tantangannya masih kuat di wilayah pedesaan, tapi wilayah perkotaan yang berpendidikan upaya ini mulai cukup diminati. Apalagi sudah ada dukungan pemerintah dan juga internasional agensi seperti UNDP dan World Bank,” kata Amelia.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement