Selasa 16 Nov 2021 19:56 WIB

Jempol Greenpeace untuk Pengakuan Deforestasi Sintang Jokowi

Jokowi mengatakan banjir Sintang terjadi karena rusaknya daerah tangkapan hujan.

Sejumlah anak berenang di lapangan volley yang terendam banjir di Desa Semuntai, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Senin (15/11/2021). Sebanyak enam kabupaten di Kalimantan Barat yaitu Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, Kapuas Hulu dan Ketapang terendam banjir akibat tingginya curah hujan selama hampir empat pekan terakhir.
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang/foc.
Sejumlah anak berenang di lapangan volley yang terendam banjir di Desa Semuntai, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Senin (15/11/2021). Sebanyak enam kabupaten di Kalimantan Barat yaitu Sanggau, Sekadau, Melawi, Sintang, Kapuas Hulu dan Ketapang terendam banjir akibat tingginya curah hujan selama hampir empat pekan terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Dessy Suciati Saputri, Dian Fath Risalah, Antara

Greenpeace Indonesia menilai positif pernyataan Presiden Joko Widodo terkait banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pernyataan Presiden dinilai Greenpeace menunjukkan kemajuan cara pandang dalam merespons persoalan banjir.

Baca Juga

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, banjir di Kabupaten Sintang terjadi karena rusaknya daerah tangkapan hujan di hulu sungai Kapuas dan tingginya intensitas hujan. "Dulu kan Presiden Jokowi selalu bilang banjir terjadi karena curah hujan semata. Sekarang dia mulai mengakui adanya deforestasi dan kerusakan hutan," kata Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas, kepada Republika, Selasa (16/11).

Menurut Arie, penyebab deforestasi paling utama di Kalimantan Barat (Kalbar) adalah pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan hutan tanaman industri. Pemberian izin untuk aktivitas bisnis itu sudah berlangsung puluhan tahun, sejak rezim Orde Baru hingga rezim Jokowi.

Sebagai gambaran, kata Arie, pada periode 2001 sampai 2019, deforestasi di Kalbar sekitar 1,187 juta hektare (ha). Tapi, Arie tak memiliki data terkait deforestasi khusus di Kabupaten Sintang.

Adapun pada 2019-2020, lanjut Arie, penggundulan hutan di Kalbar mencapai 16,38 ribu ha. Ini adalah angka tertinggi dibandingkan seluruh provinsi di Indonesia. Artinya, deforestasi di Kalbar tetap terjadi di bawah rezim pemerintahan Jokowi. "Jadi jangan selalu gunakan kerusakan hutan pada rezim masa lalu sebagai tameng," kata Arie.

Arie berujar, dengan sadarnya Jokowi bahwa deforestasi adalah pemicu banjir di Sintang, kini publik menanti tindakan konkretnya untuk mengatasi persoalan tersebut. Menurut Arie, terdapat tiga hal yang harus dilakukan Jokowi untuk memperbaiki daerah tangkapan air yang sudah kadung rusak.

Pertama, hentikan pemberian izin baru pembukaan lahan dan evaluasi izin yang sudah terlanjur diberikan. Menghentikan pemberian izin, kata Arie, harus dilakukan karena pada masa pemerintahan Jokowi masih ada izin baru yang dikeluar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pemerintah daerah.

Sedangkan evaluasi izin, lanjut dia, harus dilakukan karena di beberapa areal konsesi masih terdapat tutupan hutan. "Kalau memang masih ada tutupan hutannya, maka kembalikan menjadi kawasan hutan atau serahkan pengelolaannya kepada masyarakat adat," kanata Arie.

Kedua, lakukan penegakan hukum. Sebab, ada banyak izin konsesi lahan berada di kawasan hutan. Baik itu izin perkebunan, pertambangan, maupun penebangan kayu.

Ketiga, barulah lakukan rehabilitasi hutan. Bagi Arie, rehabilitasi menjadi langkah terakhir karena laju rehabilitasi selalu tertinggal dengan laju deforestasi. "Kalau dia menanam di satu tempat, tapi pembukaan lahan tetap besar, maka bencana baru akan terus terjadi," ujarnya.

Presiden Jokowi pada Selasa (16/11) menyebut, bencana banjir yang terjadi di Sintang disebabkan karena rusaknya daerah tangkapan hujan. Kerusakan di catchment area ini, kata dia, sudah terjadi berpuluh-puluh tahun lamanya.

“Ya itu memang karena kerusakan catchment area, daerah tangkapan hujan yang sudah berpuluh-puluh tahun,” ujar Jokowi usai meresmikan jalan tol Serang-Panimbang seksi 1 ruas Serang-Rangkasbitung di Kabupaten Lebak, Banten.

Jokowi pun menekankan, rusaknya daerah tangkapan hujan harus segera dihentikan dan diperbaiki. Kondisi tersebut menyebabkan Sungai Kapuas meluap. Menurutnya, perbaikan di daerah tangkapan hujan akan mulai dilakukan pada tahun depan. Pemerintah akan membangun persemaian dan juga melakukan penghijauan kembali di daerah hulu dan daerah tangkapan hujan. “Itu memang harus perbaiki karena memang kerusakannya ada di situ,” tambah dia.

Selain disebabkan oleh rusaknya daerah tangkapan hujan, banjir di Kabupaten Sintang yang masih terjadi hingga saat ini juga disebabkan oleh hujan yang ekstrem. “Kedua, memang ada hujan yang lebih ekstrem dari biasanya,” ucap Jokowi.

Bencana banjir di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang melanda sejak 21 Oktober 2021 lalu hingga kini masih terjadi. Meskipun tinggi muka air berangsur surut hingga 50 cm di sejumlah lokasi, namun berdasarkan pantauan BPBD Kabupaten Sintang pada Senin (15/11) banjir masih mencapai 100-300 cm.

Seperti diketahui, peristiwa banjir di Kabupaten Sintang ini terjadi setelah hujan ekstrem mengguyur wilayah tersebut sehingga debit air Sungai Kapuas dan Melawi meluap. Selain itu, pada bagian hilir, pasang laut terjadi sehingga aliran sungai terhambat dan banjir bertahan hingga kini.

Dikutip dari siaran resmi BNPB, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sintang menginformasikan tinggi muka air berangsur surut hingga 50 cm di beberapa lokasi. Pemerintah daerah dan masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan siap siaga, khususnya menghadapi bahaya banjir susulan.

Berdasarkan data BPBD Kabupaten Sintang, hingga Senin (15/11) jumlah warga terdampak mencapai 35.807 KK atau 124.497 jiwa, sedangkan yang mengungsi sebanyak 7.545 KK atau 25.884 jiwa. Warga yang mengungsi tersebar di 32 pos pengungsian. Bencana banjir ini juga menyebabkan 77 gardu PLN mengalami gangguan. Dari total gardu terdampak, sebanyak 16 gardu sudah berfungsi normal, sedangkan 61 lainnya masih padam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement