Kamis 18 Nov 2021 06:32 WIB

Protes Terus Menggema di Sudan Tuntut Militer Turun

Militer masih memutus jaringan seluler di Sudan untuk meredam pengunjuk rasa.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Demonstrasi di Khartoum, Sudan untuk menentang kudeta militer terjadi pada Senin (25/10). Jenderal tinggi Sudan Abdel Fattah al-Burhan menjelaskan alasan dilakukannya kudeta.
Foto: EPA/Mohammed Abu Obaid
Demonstrasi di Khartoum, Sudan untuk menentang kudeta militer terjadi pada Senin (25/10). Jenderal tinggi Sudan Abdel Fattah al-Burhan menjelaskan alasan dilakukannya kudeta.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM  -- Pengunjuk rasa terus berkumpul di seluruh Ibu kota Khartoum dan kota-kota lain meski jaringan telepon seluler Sudan diputus. Demonstran menolak kudeta militer.

Pada Rabu (17/11) sore ribuan orang berunjuk rasa di berbagai lokasi di Khartoum. Saksi mata mengatakan di beberapa tempat pasukan keamanan mulai melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan mereka.

Baca Juga

Protes yang digelar 'komite perlawanan' setempat mendesak pemerintah diserahkan pada sipil. Pengunjuk rasa juga menuntut pemimpin kudeta militer 25 Oktober lalu dibawa ke pengadilan.

Di salah satu jalan utama di Khartoum pengunjuk rasa yang membakar ban berteriak 'rakyat lebih kuat dan mundur tidak mungkin'. Demonstran lain membawa foto orang-orang yang tewas dalam unjuk rasa sebelumnya dan perdana menteri sipil yang digulingkan militer, Abdalla Hamduk yang kini menjadi tahanan rumah usai kudeta.

Para pengunjuk rasa mengibarkan slogan bertuliskan "legitimasi datang dari jalan, bukan meriam". Foto-foto unjuk rasa di kota-kota lain seperti Port Sudan, Kassala, Dongola, Wad Madani dan Geneina diunggah di media sosial.

Saksi mata mengatakan pasukan keamanan berjaga-jaga di jalan utama dan perempatan. Mereka menggunakan gas air mata untuk menjauhkan pengunjuk rasa dari titik-titik pertemuan. Jembatan yang menghubungkan Khartoum dengan Khartoum Utara dan Omdurman ditutup.

Sejak militer mengambil alih kekuasaan jaringan internet telepon seluler Sudan sudah diputus. Langkah ini untuk mempersulit kelompok pro-demokrasi menggelar unjuk rasa, mogok dan pembangkangan sipil anti militer.

Sudanese Congress Party, salah satu bagian dari koalisi sipil yang berbagi kekuasaan dengan militer sebelum kudeta mengatakan salah satu pemimpin mereka ditangkap usai rumahnya digeledah.

 

Kudeta mengakhiri kemitraan pemerintahan transisi antara militer dan kelompok sipil yang membantu menggulingkan diktator Omar al-Bashir tahun 2019 lalu. Upaya mediasi mengalami kebuntuan, pemimpin militer Abdel Fattah merebut kekuasaan dengan bantuan veteran era Bashir.

Pada Sabtu (13/11) lalu ratusan ribu orang turun ke jalan di seluruh Sudan memprotes kudeta. Medis melaporkan tujuh orang tewas terkena tembakan gas air mata pasukan keamanan yang hendak membubarkan demonstrasi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement