Setelah wafatnya Rasulullah SAW, wilayah Muslimin mulai meluas. Pada era Amirul Mu`minin Umar bin Khaththab, Sassania bahkan berhasil ditaklukkan.
Pada abad ketujuh, cakupan pengaruh kekuasaan umat Islam mencakup Asia Barat, Mesir, Afrika Utara, dan Andalusia (Spanyol). Menjelang abad kesembilan, peradaban Islam dapat dipandang sudah memiliki sistem pelayanan kesehatan yang terpadu.
Banyak rumah sakit dibangun di Baghdad sejak zaman Khalifah al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah. Demikian pula dengan Kairo (Mesir) dan Harran (Turki). McGrew menuturkan, suatu rumah sakit di Kairo dibangun pada 1283. Di dalamnya, para dokter bekerja dengan struktur manajerial yang jelas.
Ada perawat dari kalangan laki-laki dan perempuan. Pihak setempat juga menyediakan penjagaan khusus sepanjang hari untuk mereka yang menjalani rawat inap, yakni para pasien wanita, pen derita demam, sakit mata, dan sakit kejiwaan. Khusus bagi pengidap gangguan mental, mereka yang menjaganya mesti memenuhi sejumlah kriteria, seperti daya kesabaran dan selalu ramah tamah.
Pada puncak peradaban Islam, masing-masing rumah sakit kota rata-rata mempekerjakan minimal dua lusin staf dokter. Selain itu, ada pula pemisahan kamar-kamar pasien berdasarkan kondisi yang mereka idap, seperti menular atau tidaknya penyakit; anak-anak, dewasa, atau lanjut usia; serta laki-laki dan perempuan.
Dokter kerap mengadakan kunjungan rutin dalam rentang jam tertentu ke setiap pasien.Sistem dan wujud konstruksi yang bisa dikatakan prototipe pelayanan medis modern ini dapat ditemukan di seluruh kota-kota besar Islam, mulai dari Kesultanan Moghul (India) di timur hingga Andalusia di barat.
Rumah sakit juga dimaksudkan sebagai tempat belajar di luar kelas. Oleh karena itu, tidak jarang rumah-rumah sakit berdekatan atau menjadi bagian dari kompleks perguruan tinggi.