Menurut dia, rumah "gladhak" berbeda dengan desain rumah peninggalan Tionghoa yang dinding serta lantai bangunan utamanya pada umumnya terbuat dari batu.Baskoro menjelaskan pula bahwa rumah "gladhak" yang dijadikan sebagai Museum Nyah Lasem merupakan rumah milik Soe San Tio.Soe San Tio mewarisi rumah yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1800 itu dari orang tuanya yang merupakan keturunan dari Tio Oen Hien dan Go Radjin Nio.
Leluhur Soe San Tio, menurut Baskoro, merupakan pemilik perusahaan batik Tio Swan Sien. Rumah milik Soe San Tio merupakan satu dari setidaknya 15 rumah bergaya "gladhak" Jawa yang masih bertahan. Baskoro mengatakan bahwa rumah-rumah bergaya "gladhak" lain yang tersisa ada yang masih dihuni dan ada yang sudah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Koleksi Museum
Baskoro menjelaskan, nama Museum Nyah Lasem diambil dari kata Nyah yang biasa digunakan untuk memanggil perempuan keturunan Tionghoa dan nama lokasi museum."Karena letaknya di Lasem, jadi dipakai nama Nyah Lasem," katanya.
Museum Nyah Lasem didedikasikan mengingat kembali kehidupan nyonyah-nyonyah dan keluarga keturunan Tionghoa di rumah kuno Lasem.Museum itu memajang koleksi benda-benda peninggalan keluarga Soe San Tio. Di rumah kuno itu tersimpan berbagai barang peninggalan keluarga dari masa dulu, termasuk peralatan rumah tangga yang biasa digunakan oleh pemilik rumah seperti baskom dan tampah.
Kamar di rumah "gladhak" itu ada dijadikan sebagai tempat menyimpan koleksi batik produksi perusahaan batik Tio Swan Sien, peralatan membatik, replika batik cap buatan perusahaan, hingga catatan pemasanan batik produksi Tio Swan Sien, perusahaan batik yang akhirnya gulung tikar. Dokumen perdagangan, kuitansi, dan surat-surat pemilik perusahaan batik Tio Swan Sien juga tersimpan di museum.