Jumat 10 Dec 2021 15:14 WIB

Perguruan Tinggi Ditantang Cetak Sarjana Peka Teknologi

Disrupsi teknologi mendorong perubahan lapangan kerja atau alih profesi.

 Rektor UWM, Prof Edy Suandi Hamid.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Rektor UWM, Prof Edy Suandi Hamid.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWM) Prof Edy Suandi Hamid menegaskan seluruh perguruan tinggi di Tanah Air saat ini ditantang mampu mencetak lulusan yang peka terhadap perkembangan teknologi informasi.

"Bagaimana peran dan platform perguruan tinggi menghasilkan sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan teknologi, dan produk riset yang diperlukan untuk menghadapi masa depan, itu tantangan perguruan tinggi saat ini," kata Edy Suandi Hamid.

Edy menegaskan, mencetak lulusan yang akomodatif terhadap perkembangan teknologi merupakan tuntutan perguruan tinggi menghadapi Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 atau era disrupsi teknologi. Disrupsi teknologi, kata dia, mendorong perubahan lapangan kerja atau alih profesi akibat pekerjaan manusia digantikan oleh mesin, robot, dan teknologi cerdas buatan.

Mengutip data McKinsey, ia menyebut terdapat 75 juta sampai 375 juta tenaga kerja global beralih profesi pada 2016 sampai 2017, sementara Gartner menyebut terdapat 1,8 juta pekerjaan digantikan oleh artificial intelligence (AI) atau perangkat kecerdasan buatan. "Teknologi melahirkan berbagai pekerjaan atau profesi yang saat ini belum ada," kata dia.

Revolusi industri 4.0 akan makin masif dampaknya bagi pekerjaan pada tahun-tahun mendatang. Berdasarkan perkiraan dari para ahli, sebanyak 75 persen pekerjaan yang saat ini bisa dikerjakan oleh pekerja berbagai latar belakang profesi akan hilang pada 10 tahun ke depan.

Menghadapi situasi tersebut, perguruan tinggi harus menyiapkan sumber daya manusia yang bisa berpikir kreatif dan memiliki kemampuan mengaplikasikan teknologi dalam berbagai pekerjaan. Oleh sebab itu, menurut Edy, perguruan tinggi menghadapi tantangan untuk menciptakan karakter lulusan yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan memiliki karakter inovatif.

"Tantangan tersebut datang dari internal perguruan tinggi seperti keterbatasan perangkat pendukung pembelajaran dan sumber daya manusia berkualifikasi doktor. Kemudian tantangan dari eksternal dalam bentuk dukungan pendanaan (subsidi) dari pemerintah seperti regulasi penyelenggaraan pendidikan yang membatasi pembukaan prodi baru," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement