Rabu 29 Dec 2021 18:42 WIB

Soroti Kasus Kekerasan Seksual, Muhadjir Minta RUU TPKS Disahkan

Menurut Muhadjir, data kasus kekerasan seksual seperti fenomena gunung es.

Rep: Febryan. A/ Red: Ratna Puspita
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan. (Foto: Muhadjir Effendy)
Foto: dok. Humas Kemenko PMK
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan. (Foto: Muhadjir Effendy)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut data kasus kekerasan seksual terhadap perempuan seperti fenomena gunung es. Dia pun berharap agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) segera disahkan.

Muhadjir juga mendorong agar DPR segera mengesahkan RUU TPKS. Muhadjir menyarankan agar pasal-pasal yang menjadi perdebatan dalam RUU itu segera dibahas secara bersama-sama.

Baca Juga

"Jangan sampai hanya beberapa perbedaan itu membuat hal itu tertunda yang berisiko karena ini mendesak," kata Muhadjir kepada wartawan di Kantor Kemenko PMK Jakarta, Rabu (29/12).

Menurut Muhadjir, data kasus kekerasan seksual seperti fenomena gunung es karena jumlah kasus di lapangan sebenarnya jauh lebih besar. "Fenomena kekerasan anak maupun perempuan itu fenomena gunung es. Seandainya ada penurunan, itu kan yang terungkap, sedangkan yang tidak terungkap masih banyak," kata Muhadjir. 

Untuk menekan jumlah kasus kekerasan seksual, Muhadjir mengatakan, perlu dilakukan peningkatan infrastruktur pencegahan maupun penanganannya. Sebab, perangkat yang ada sekarang belum memadai lantaran perhatian terhadap masalah ini memang belum terlalu lama.

"Belum lama, baru kira-kira 20 tahun terakhir. Masalah anggaran aja masih sulit," ujarnya.

Kendati demikian, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan perhatian dan penambahan anggaran untuk penanganan kekerasan seksual. Meski masih rendah, anggaran tersebut masih lebih baik dibanding tidak ada penambahan. 

"Walaupun masih jauh (kecil), lumayan lah. Ada Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 120 miliar," ujarnya.

Baca Juga: 2021, KPAI Catat 18 Kasus Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2021. Survei ini untuk mengetahui prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak selama 2021.

Hasil survei itu menunjukkan prevalensi kekerasan terhadap perempuan pada 2021 menurun dibandingkan dengan 2016. Sebanyak 26,1 persen perempuan usia 15 sampai 64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan oleh pasangan dan selain pasangan. Angka tersebut turun dari tahun 2016, yaitu sebesar 33,4 persen.

Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Tahun 2021 mencatat sebanyak 34 persen anak laki-laki dan 41,05 persen anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya. Angka itu turun dari 2018, yaitu tercatat 62,31 persen anak laki-laki dan 62,75 persen anak perempuan mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.

Sementara itu, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang dihimpun oleh KPPPA melalui Simponi PPA mencapai 9.057 korban dari 8.714 kasus. Berdasarkan jumlah kasus yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan dalam kurun waktu Januari-Juni 2021, ada sebanyak 1.967 kasus/orang korban atau naik 57 persen dari jumlah pelaporan pada periode yang sama di tahun lalu. 

Catatan Tahunan Komnas Perempuan pada 2021 menyebutkan, sepanjang 2020 terjadi 299.991 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke berbagai lembaga pengada layanan. Dari beberapa bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan kekerasan seksual maka kekerasan seksual menduduki urutan tertinggi, yaitu 45,6 persen yang terjadi di ranah publik atau komunitas dan 17,8 persen di ranah personal/ KDRT. Perkosaan tercatat menduduki urutan kedua setelah inses (882 kasus), yaitu berjumlah 792 kasus perkosaan.

LBH APIK Jakarta mendapatkan laporan sebanyak 1.321 kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi sepanjang 1 November 2020 sampai 30 Oktober 2021. Angka itu naik dari laporan pada periode sebelumnya sebesar 1.178 laporan.

Selama tiga tahun terakhir, laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kami terima terus meningkat. Pada 2019, angkanya sebanyak 794 kasus.

Baca Juga: Marak Kejahatan Seksual, Berbagai Pihak Dorong RUU TPKS Segera Disahkan 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement