Kamis 30 Dec 2021 06:05 WIB

Pakar Inggris: Omicron Berbeda dengan Covid-19 Awal

Perbedaan Omicron dan Covid-19 di awal terlihat bagaimana virus sebabkan sakit parah.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Perbedaan Omicron dan Covid-19 di awal terlihat bagaimana virus sebabkan sakit parah (Foto: ilustrasi)
Foto: Pixabay
Perbedaan Omicron dan Covid-19 di awal terlihat bagaimana virus sebabkan sakit parah (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Meskipun masih dianggap varian yang menjadi perhatian, pakar Inggris menyebut omicron berbeda dengan Covid-19 awal yang merebak sejak 2020. Perbedaan itu terlihat pada bagaimana virus menyebabkan kasus parah.

Sir John Bell, profesor kedokteran di Universitas Oxford, Inggris, mengatakan kasus Covid-19 yang dirujuk ke rumah sakit memang meningkat beberapa pekan terakhir. Itu karena omicron dengan cepat menyebar ke seluruh populasi.

Baca Juga

Akan tetapi, penasihat sains untuk pemerintah tersebut menyoroti varian omicron tidak terlalu memicu munculnya kasus parah. Banyak orang menghabiskan waktu yang relatif singkat untuk perawatan di rumah sakit.

Ada lebih sedikit pasien yang membutuhkan oksigen dan rata-rata lama rawat inap turun menjadi tiga hari. Menurut dia, orang-orang cukup bertanggung jawab melakukan protokol kesehatan untuk melindungi diri dari virus.

"Pemandangan mengerikan yang kami lihat setahun lalu: unit perawatan intensif penuh, banyak orang meninggal sebelum waktunya, itu sekarang hanya sejarah, dalam pandangan saya," ungkap John Bell, dikutip dari laman The Guardian, Kamis (30/12).

Pada Senin (27/12), pemerintah Inggris mengumumkan tidak akan memberlakukan //lockdown// selama periode liburan tahun baru. Keputusan itu menuai kritik dari pakar kesehatan karena data yang menjadi landasannya dinilai kurang lengkap.

Profesor mikrobiologi seluler di University of Reading, Simon Clarke, memperingatkan bahwa angka kasus terbaru belum termasuk sampel yang diambil antara malam Natal dan hari sesudahnya. Artinya, masih belum jelas bagaimana infeksi virus akan berkembang.

"Tidak ada yang ingin hidup di bawah kontrol yang lebih ketat, namun masyarakat perlu menyadari bahwa jika kita berakhir dengan masalah rawat inap dan penyakit massal yang signifikan, itu akan lebih buruk daripada jika pihak berwenang bertindak lebih awal," kata Clarke.

Sementara, profesor kedokteran di University of East Anglia, Paul Hunter, berpendapat bahwa masyarakat pada akhirnya harus diizinkan untuk menjalankan kehidupan normal. Dia yakin Covid-19 nantinya bisa diatasi seperti flu biasa. "Ini adalah penyakit yang tidak akan hilang," ucap Hunter.

Baca juga : Epidemiolog Minta Pemerintah Pastikan Faskes Siap Hadapi Omicron

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement