Kamis 30 Dec 2021 19:20 WIB

Sultan HB X: Penanganan Klitih Perlu Pendekatan Keluarga

Dari 102 pelaku klitik selama 2021 di DIY, 80 di antaranya masih berstatus pelajar.

Tempat kejadian klitih dipajang saat Pameran Klitih di Galeri Lorong, Yogyakarta, Selasa (30/3). Pameran dengan tajuk The Museum of Lost Space ini menceritakan lini masa fenomena klitih di Yogyakarta. Beberapa senjata tajam yang digunakan, pemberitaan klitih di media, hingga wawancara dengan pelaku ada di sini. Pameran karya dari Yahya Dwi Kurniawan ini menjelaskan bagaimana fenomena klitih terjadi, serta mendiskusikan bagaimana solusi kejahatan jalanan ini.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Tempat kejadian klitih dipajang saat Pameran Klitih di Galeri Lorong, Yogyakarta, Selasa (30/3). Pameran dengan tajuk The Museum of Lost Space ini menceritakan lini masa fenomena klitih di Yogyakarta. Beberapa senjata tajam yang digunakan, pemberitaan klitih di media, hingga wawancara dengan pelaku ada di sini. Pameran karya dari Yahya Dwi Kurniawan ini menjelaskan bagaimana fenomena klitih terjadi, serta mendiskusikan bagaimana solusi kejahatan jalanan ini.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengemukakan penanganan kasus "klitih" atau kejahatan jalanan yang dilakukan anak di bawah umur memerlukan pendekatan kepada keluarga secara menyeluruh. Sultan HB X menyampaikan hal itu merespons kasus "klitih" yang kembali muncul di DIY.

"Jadi semua itu harus kita kumpulkan (keluarga pelaku kenakalan atau kejahatan), kita beri pemahaman untuk dialog. Ya memang tidak mudah kalau seperti ini hanya satu keluarga, nanti 10 orang 'klitih' kan berarti 10 kepala keluarga," ujar Sultan.

Baca Juga

Pemda DIY pernah memiliki lembaga konsultan yang ia bentuk khusus untuk mengatasi kenakalan anak. Namun demikian, dalam praktik kerjanya lembaga tersebut perlu melakukan pendekatan kepada para orang tua hingga sanak saudara pelaku kenakalan atau kejahatan yang membutuhkan biaya mahal.

"Pada waktu itu mereka minta begini ini (butuh biaya) Rp 3 juta sampai Rp 4 juta menangani satu keluarga. Bagi saya itu masih terlalu mahal. Kita perlu cari yang lain yang lebih memungkinkan," kata dia.

Berbagai upaya pembinaan, menurut Sultan, telah dilakukan untuk menangani para pelaku "klitih", khususnya para anak di bawah umur, namun selalu menghadapi tantangan di lapangan. Berkaca dari serangkaian persoalan yang dipaparkannya, ia menilai perlu upaya lebih efektif guna meminimalisasi kemunculan kenakalan anak.

"Jadi mungkin itu yang perlu kita perhatikan. Jadi mungkin kita bisa bicara lebih jauh, kita bisa masuk ke ruang-ruang mereka," kata Raja Keraton Yogyakarta ini.

Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan Pemda DIY tengah menyusun program pembinaan anak bawah umur yang berhadapan dengan hukum dan berstatus diversi, khususnya terkait dengan kasus kejahatan jalanan.

"Misinya adalah membina para pelaku 'klitih' tersebut sebelum dikembalikan ke keluarga dan masyarakat," kata dia.

Program pembinaan tersebut, ujar dia, bakal diampu oleh beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY.

Aksi "klitih" muncul di Jalan Kaliurang, Kecamatan Ngaglik, Sleman pada Senin (27/12) dini hari yang mengakibatkan korban mengalami luka di telapak tangan, gigi depan, serta bagian punggung.

Terkait dengan kasus itu, polisi telah mengamankan enam orang yang salah satunya masih berstatus pelajar. Wakapolda DIY Brigjen Pol R. Slamet Santoso menuturkan kasus "klitih" di DIY selama 2021 tercatat 58 kasus dengan jumlah pelaku mencapai 102 orang.

Jumlah kasus tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat 52 kasus. Dari 102 pelaku, ujar dia, sebagian besar atau 80 orang di antaranya masih berstatus pelajar, selebihnya pengangguran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement