Kamis 27 Jan 2022 18:02 WIB

KPK Kembali Tetapkan Bupati Kolaka Timur Sebagai Tersangka Suap Dana PEN

Andi Merya meminta bantuan orang Kemendagri agar mendapatkan pinjaman dana PEN.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ilham Tirta
Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/12/2021). Andi Merya Nur menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (DRR) serta Dana Siap Pakai (DSP) ke Pemkab Kolaka Timur.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/12/2021). Andi Merya Nur menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (DRR) serta Dana Siap Pakai (DSP) ke Pemkab Kolaka Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur nonaktif, Andi Merya Nur (AMN) sebagai tersangka pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Tahun 2022. Suap diberikan kepada petinggi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna membantu pencairan dana tersebut.

"KPK telah menemuka bukti permulaan yang cukup dan melanjutkan dengan melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka," kata Deputi Penindakan dan Pencegahan KPK, Karyoto di Jakarta, Kamis (27/1).

Baca Juga

Selain Andi Merya, KPK juga menetapkan tersangka terhadap Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020 hingga November 2021, Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar (LMSA). Perkara bermula saat Andi Merya menghubungi tersangka Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.

Laode kemudian mempertemukan Andi Merya dengan Ardian Noervianto di kantor Kemendagri pada Mei 2021, lalu. Dalam kesempatna itu, Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian Noervianto mengawal dan mendukung proses pengajuannya.

Ardian diyakini meminta kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan mengajukan bayaran tiga persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman. Andi Merya lantas memenuhi keinginan tersebut. "Tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA," katanya.

Karyoto menjelaskan, uang Rp 2 miliar tersebut kemudian dibagi-bagi dimana tersangka Ardian menerima 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta. Sedangkan tersangka Laode Syukur menerima Rp 500 juta.

"KPK menduga Tsk MAN juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," katanya.

Andi Merya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Ardian dan Laeode terjerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Perkara ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Kolaka Timur, Anzarullah. Keduanya merupakan tersangka dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement