Selasa 03 May 2022 16:30 WIB

Taliban Setop Penerbitan SIM Bagi Perempuan

Taliban memerintahkan penyetopan penerbitan SIM bagi perempuan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agung Sasongko
Pejuang Taliban berjalan di jalan dekat kementerian luar negeri Afghanistan, di Kabul, Afghanistan, Ahad, 6 Februari 2022.
Foto: AP/Hussein Malla
Pejuang Taliban berjalan di jalan dekat kementerian luar negeri Afghanistan, di Kabul, Afghanistan, Ahad, 6 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID,  KABUL – Pejabat Taliban di Herat, Afghanistan, dilaporkan telah memerintahkan penyetopan penerbitan surat izin mengemudi (SIM) bagi kaum perempuan di sana. Hal itu akan semakin menggerus hak-hak yang dimiliki perempuan Afghanistan sebelum Taliban berkuasa.

"Kami telah diinstruksikan secara lisan untuk berhenti mengeluarkan SIM bagi perempuan, tapi tidak diarahkan untuk menghentikan perempuan mengemudi di kota,” kata Kepala Institut Manajemen Lalu Lintas Herat Jan Agha Achakzai, dikutip Al Arabiya, Selasa (3/5).

Baca Juga

Keterangan itu dikonfirmasi Adila Adeel (29 tahun), seorang perempuan yang memiliki sekolah mengemudi di Herat. “Kami diberi tahu untuk tidak menawarkan pelajaran mengemudi dan tidak mengeluarkan SIM (kepada perempuan),” ucapnya.

Menurut Adeel, Taliban tampaknya ingin memastikan bahwa generasi perempuan berikutnya di sana tidak akan memiliki kesempatan mengemudi seperti ibu mereka. Sementara itu, Kepala Departemen Informasi dan Kebudayaan Provinsi Herat Naim al-Haq Haqqani mengungkapkan, tidak ada perintah resmi yang diberikan perihal penyetopan penerbitan SIM bagi perempuan.

Taliban memang kerap tak menerbitkan dekret tertulis nasional. Namun Taliban memperkenankan otoritas lokal mengeluarkan dekret mereka sendiri dan terkadang hanya secara lisan. Herat telah lama dikenal sebagai kota yang liberal di Afghanistan. Hal itu diduga menjadi alasan mengapa kota tersebut dibidik paling pertama oleh Taliban terkait kebijakan penghentian penerbitan SIM bagi perempuan.

Taliban mulai berkuasa kembali di Afghanistan pada Agustus tahun lalu. Namun hingga kini, pemerintahan mereka belum diakui oleh dunia internasional. Salah satu syarat jika Taliban ingin diakui adalah mereka harus terlebih dulu memenuhi hak-hak dasar perempuan Afghanistan, terutama di bidang pendidikan. Hingga kini Taliban belum melaksanakan “tuntutan” tersebut.

Kendati demikian, pekan lalu, pemimpin tertinggi Taliban, Haibatullah Akhunzada, meminta masyarakat internasional mengakui pemerintahan kelompoknya di Afghanistan. “Afghanistan memiliki perannya dalam perdamaian dan stabilitas dunia. Sesuai dengan kebutuhan ini, dunia harus mengakui Imarah Islam Afghanistan,” kata Akhunzada dalam pesan tertulis menjelang hari raya Idul Fitri, Jumat (29/4), dikutip laman Aljazirah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement