Selasa 21 Jun 2022 08:43 WIB

Israel Bangun Aliansi Pertahanan Udara Regional di Bawah Dukungan AS

Israel menawarkan "Aliansi Pertahanan Udara Timur Tengah".

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz.
Foto: AP Photo/Manuel Balce Ceneta
Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz pada Senin (20/6/2022) mengatakan, Israel sedang membangun aliansi pertahanan udara regional yang disponsori Amerika Serikat (AS). Gantz mengatakan, Israel telah menawarkan kerja sama pertahanan yang disebut sebagai "Aliansi Pertahanan Udara Timur Tengah". 

"Selama setahun terakhir saya telah memimpin program ekstensif bersama dengan mitra saya di Pentagon dan di pemerintahan AS, yang akan memperkuat kerja sama antara Israel dan negara-negara di kawasan itu. Program ini sudah berjalan dan telah memungkinkan keberhasilan intersepsi upaya Iran untuk menyerang Israel dan negara-negara lain," kata Gantz dalam sebuah transkip resmi.

Baca Juga

Transkrip tidak menyebutkan negara mitra, dan tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang serangan yang digagalkan atau memberikan rincian tentang mekanisme aliansi pertahanan tersebut. Gantz berharap, kunjungan Biden ke Israel dan Saudi pada Juli mendatang dapat membuahkan hasil untuk mengedepankan kerja sama pertahanan regional.

"Saya harap kami akan mengambil langkah maju dalam aspek ini (kerja sama regional) selama kunjungan penting Presiden Biden," kata Gantz.

Kedutaan Besar AS di Yerusalem tidak menanggapi permintaan komentar terkait kerja sama pertahanan tersebut. Pemerintah Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) juga tidak menanggapi permintaan komentar tentang aliansi pertahanan yang disebutkan oleh Gantz. Seorang pejabat Israel yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan kepada Reuters, negara-negara mitra telah menyinkronkan sistem pertahanan udara masing-masing melalui komunikasi elektronik jarak jauh, ketimbang menggunakan fasilitas fisik yang sama. 

Sementara Iran mengatakan, kegiatan militer bersama Israel dan beberapa negara Arab di Teluk dilakukan "karena putus asa". Seorang diplomat Barat di kawasan itu mengatakan kepada Reuters bahwa, Washington masih berupaya meyakinkan negara-negara Dewan Kerjasama Teluk sebagai untuk setuju bergabung dengan sistem pertahanan udara terintegrasi AS-Israel.  

"(Proposal) akan membantu mengisi celah yang ditinggalkan oleh penarikan perangkat keras AS selama dua tahun terakhir dari kawasan itu, dan akan membuat Israel dan Arab Saudi lebih dekat untuk mencapai kesepakatan normalisasi," kata diplomat yang berbicara dengan syarat anonim tersebut.

Biden dijadwalkan mengunjungi Israel, Arab Saudi, dan Tepi Barat pada 13-16 Juli. Rencananya, Biden akan bertemu dengan para pemimpin Arab. Negara-negara Teluk telah frustrasi atas berkurangnya komitmen AS terhadap keamanan regional, karena tidak mengatasi keprihatinan mereka atas program misil Iran dan proksi regional. 

Israel dan Amerika Serikat memiliki keprihatinan yang sama terkait Iran. Selain itu, Israel juga telah menjalin hubungan diplomatik resmi dengan beberapa negara Arab yang bersekutu dengan AS. 

Para pemimpin Israel telah lama mengatakan bahwa mereka ingin memperluas hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab. Pada 2020, empat negara Arab yaitu Bahrain, Sudan, Maroko, dan Uni Emirat Arab (UEA) telah menormalisasi hubungan dengan Israel di bawah Kesepakatan Abraham yang diinisiasi oleh pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump.

Washington berharap dapat menjalin  lebih banyak kerja sama dengan Israel. Terutama di bidang keamanan, sehingga dapat membantu mengintegrasikan Israel dengan kawasan Timur Tengah dan mengisolasi Iran. Langkah ini menjadi pengantar agar Israel dapat membuka lebih banyak kesepakatan normalisasi dengan negara Arab lainnya, salah satunya yaitu Arab Saudi. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement