Kamis 07 Jul 2022 20:01 WIB

Kasus Dugaan Pencabulan di Pesantren, PBNU Buka Suara

Pembekuan izin pesantren namun dinilai terlalu berlebihan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Indira Rezkisari
Truk polisi disiagakan untuk menjemput simpatisan saat upaya penangkapan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) di Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyah, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022). Polisi mengamankan 320 orang simpatisan yang menghalangi upaya jemput paksa MSAT anak Kiai tersangka pencabulan.
Foto: ANTARA/Syaiful Arief
Truk polisi disiagakan untuk menjemput simpatisan saat upaya penangkapan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) di Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyah, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022). Polisi mengamankan 320 orang simpatisan yang menghalangi upaya jemput paksa MSAT anak Kiai tersangka pencabulan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Ghaffar Rozin, turut buka suara terkait kasus dugaan pencabulan yang dilakukan tersangka berinisial MSAT, anak kiai pengasuh Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Ia berharap kasus ini membuat pesantren di mana saja meningkatkan kualitas moralnya.

"Ekspos kasus ini luar biasa besar sehingga berpengaruh pada banyak pesantren yang jumlahnya puluhan ribu di seluruh Indonesia," ujar kiai muda yang akrab dipanggil Gus Rozin, Kamis (7/7/2022).

Baca Juga

Dengan munculnya kasus ini, Gus Rozien berharap semua pondok pesantren melakukan instrospeksi dan meningkatkan kualitas moral dan akhlak. Menurut dia, kasus tersebut merupakan ujian bagi semua pesantren.

"Kami berharap semua pesantren melakukan muhasabah (introspeksi) internal dengan meningkatkan kualitas moral dan akhlak. Kejadian akhir-akhir Ini ujian untuk semua pesantren, tanpa kecuali," ucap dia.

Merespons kasus dugaan pencabulan ini, Kementerian Agama (Kemenag) pun memutuskan membekukan operasional pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang. Namun, menurut Gus Rozien, tindakan Kemenag tersebut berlebihan.

"Pembekuan izin operasi pesantren mungkin reaksi yang berlebihan. Kecuali pesantren secara institusi terbukti melindungi orang yang dianggap bersalah," kata Gus Rozin.

Gus Rozin mengatakan, seharusnya tersangka  kooperatif dalam menghadapi kasus ini. Jika memang tidak bersalah, kata dia, maka buktikan kepada penegak hukum dengan menyiapkan bukti-buktinya.

"Saya kira pikir tersangka perlu kooperatif. Jika memang merasa tidak bersalah, yang perlu dilakukan hanyalah menyiapkan bukti, saksi dan pengacara yang handal. Yang terakhir ini saya yakin tidak sulit bagi pesantren dengan jejaring sebesar ini. Masalah hukum itu perlu dihadapi, bukan dihindari," jelas Gus Rozin.

Demikian pula sebaliknya, tambah dia, aparat penegak hukum juga tidak perlu mendemonstrasikan kekuatan yang sedemikian besar dalam penanganan kasus iini. "Bagi insan pesantren, jaminan mendapat perlakuan yang adil jauh lebih tepat dan meyakinkan daripada untuk kekuatan sedemikian rupa. Yakinkan tersangka mendapatkan hak-hak dan perlindungan hukum niscaya dia akan rela menyerahkan diri," kata Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement