Selasa 29 Nov 2022 19:28 WIB

Mahasiswa China Dipulangkan ke Kampung Halaman

Pemerintah China berupaya mencegah pecahnya lebih banyak demonstrasi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Para pelayat memegang lembaran kertas kosong saat berjaga untuk para korban kebijakan nol-COVID China dan korban kebakaran Urumqi di Hong Kong, China, 28 November 2022. Protes terhadap pembatasan COVID-19 China yang ketat telah meletus di berbagai kota termasuk Beijing dan Shanghai, dipicu oleh kebakaran menara yang menewaskan 10 orang di ibu kota Xinjiang, Urumqi.
Foto: FAVRE EPA-EFE/JEROME
Para pelayat memegang lembaran kertas kosong saat berjaga untuk para korban kebijakan nol-COVID China dan korban kebakaran Urumqi di Hong Kong, China, 28 November 2022. Protes terhadap pembatasan COVID-19 China yang ketat telah meletus di berbagai kota termasuk Beijing dan Shanghai, dipicu oleh kebakaran menara yang menewaskan 10 orang di ibu kota Xinjiang, Urumqi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Universitas-universitas di China telah memulangkan para mahasiswanya. Hal itu dilakukan ketika China berusaha mencegah pecahnya lebih banyak demonstrasi yang dipicu kebijakan nol-Covid pemerintah. 

Sejumlah universitas menyiapkan armada bus untuk mengantar para mahasiswanya ke stasiun kereta. Mereka mengatakan, kelas dan ujian akhir akan dilaksanakan secara daring. 

Baca Juga

"Kami akan mengatur agar para mahasiswa bersedia untuk kembali ke kampung halaman mereka," kata Beijing Forestry University di situs webnya, Selasa (29/11/2022), seraya menambahkan bahwa para mahasiswanya telah dites negatif Covid-19. 

Tsinghua University, almamater Presiden China Xi Jinping, juga memulangkan para mahasiswanya ke kampung halaman mereka. "Dengan memulangkan para mahasiswa, otoritas berwenang berharap meredakan situasi," kata pakar politik China di University of Chicago Dali Yang.

Menurut Dali, berpartisipasinya kalangan mahasiswa dalam unjuk rasa menentang kebijakan nol-Covid merupakan bentuk frustrasi mereka karena telah dikunci di kampus selama berbulan-bulan. "Bagi yang lain, tentu saja, prospek pekerjaan telah hancur, bisnis, dan semua itu menambah frustrasi. Ada sedikit kecemasan," ucapnya. 

Sementara itu, Wang Dan, yakni mantan aktivis mahasiswa yang pernah berpartisipasi dalam demonstrasi di Lapangan Tiananmen pada 1989 dan kini tinggal di pengasingan di Taiwan mengatakan, pecahnya unjuk rasa baru-baru ini merupakan penanda penting bagi masa jabatan ketiga Presiden Xi Jinping. "Artinya dia (Xi) akan menghadapi banyak tantangan dalam lima tahun ke depan," ujarnya. 

"Protes ini melambangnan awal era baru di China, di mana masyarakat sipil China telah memutuskan untuk tidak diam dan menghadapi tirani," kata Wang seraya memperingatkan bahwa otoritas China kemungkinan akan mengambil respons keras guna menekan massa pengunjuk rasa. 

Pada Selasa, tidak ada demonstrasi digelar di kota-kota besar di China, termasuk Beijing dan Shanghai. China telah melonggarkan peraturan pembatasan anti-Covid pada Senin (28/11) guna meredam kemarahan publik. Kendati demikian, China masih menegaskan berlakunya kebijakan nol-Covid. 

Otoritas China telah memerintahkan pengujian massal di wilayah-wilayah yang mengalami lonjakan infeksi Covid-19. Peraturan pembatasan sosial masih akan diterapkan di wilayah-wilayah terkait. Pada Selasa, China melaporkan 38.421 kasus baru Covid-19. 

 

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement