Sabtu 28 Jan 2023 00:55 WIB

ICC Lanjutkan Penyelidikan Perang Narkoba Mematikan di Filipina

Perang lawan narkoba merenggut ribuan nyawa di Filipina.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengatakan akan membuka kembali penyelidikannya terhadap kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan di Filipina atas perang narkoba mantan presiden Rodrigo Duterte. Perang lawan narkoba merenggut ribuan nyawa di Filipina.
Foto: King Rodriguez/Malacanang Presidential Photog
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengatakan akan membuka kembali penyelidikannya terhadap kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan di Filipina atas perang narkoba mantan presiden Rodrigo Duterte. Perang lawan narkoba merenggut ribuan nyawa di Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA- Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengatakan akan membuka kembali penyelidikannya terhadap kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan di Filipina atas perang narkoba mantan presiden Rodrigo Duterte. Perang lawan narkoba merenggut ribuan nyawa di Filipina.

Awalnya, pengadilan yang berbasis di Den Haag itu mengumumkan rencana penyelidikan pada Februari 2018. Namun menangguhkannya pada November 2021 atas permintaan pemerintah Filipina setelah Manila mengatakan sedang melakukan peninjauannya sendiri.

Juni tahun lalu, setelah mempertimbangkan berkas yang diajukan oleh pihak berwenang di Filipina, Jaksa Penuntut ICC Karim Khan mengatakan penundaan itu tidak dibenarkan. Ia pun mengajukan permohonan untuk membuka kembali kasus ICC. Pengadilan sejak itu telah memeriksa pengajuan dari Filipina, jaksa dan korban.

Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (26/1/2023), ICC mengatakan tidak puas bahwa Filipina melakukan penyelidikan yang relevan yang akan menjamin penangguhan penyelidikan Pengadilan. "Berbagai inisiatif dan proses domestik, yang dinilai secara kolektif, tidak sama dengan langkah investigasi yang nyata, konkrit, dan progresif dengan cara yang cukup mencerminkan penyelidikan Pengadilan," kata pernyataan ICC dikutip laman Aljazirah, Jumat (27/1/2023).

Duterte meluncurkan perang melawan narkoba setelah dia menjabat pada Juni 2016. Ia berulang kali mendesak polisi untuk membunuh tersangka narkoba.

Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2021 menemukan bahwa 8.663 orang telah tewas dalam operasi anti-narkoba tetapi Komisi Hak Asasi Manusia Filipina. Kelompok hak asasi manusia setempat bahkan mengatakan jumlah korban bisa mencapai tiga kali lebih tinggi.

Human Rights Watch menemukan bukti bahwa polisi memalsukan bukti untuk membenarkan pembunuhan di luar hukum. Duterte kemudian melanjutkan memerintahkan kekerasan di luar proses hukum berskala besar sebagai solusi kejahatan.

Filipina mengatakan pihaknya berencana untuk mengajukan banding atas putusan ICC tersebut. "Ini adalah niat kami untuk menyelesaikan upaya hukum kami, terutama mengangkat masalah ini ke ruang banding ICC," kata Menardo Guevarra, kepala pengacara pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr.

Presiden di Filipina hanya dapat menjabat selama enam tahun dan Duterte mengundurkan diri setelah Marcos Jr memenangkan pemilihan. Putri Duterte terpilih sebagai wakil presiden.

Marcos Jr mengatakan dia akan melanjutkan perang melawan narkoba dengan fokus pada rehabilitasi, tetapi kelompok hak asasi mengatakan orang terus dibunuh.  Dahas, yang melacak pembunuhan terkait narkoba yang dilaporkan, mengatakan awal bulan ini bahwa 324 orang tewas dalam perang narkoba pada 2022, termasuk 175 dalam enam bulan pertama Marcos Jr berkuasa.

Duterte mengumumkan pada Maret 2018 bahwa dia akan menarik Filipina dari ICC dan bahwa pemerintahnya tidak akan bekerja sama dalam penyelidikan apa pun. Pengadilan memiliki yurisdiksi untuk menyelidiki kejahatan yang dilakukan hingga Maret 2019 ketika penarikan Filipina menjadi resmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement